GARUT, KOMPAS.com – Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Garut pada Kamis (22/09/2022) malam, menyebabkan bencana banjir bandang dan longsor.
Sebanyak lima kecamatan terdampak bencana tersebut. Paling parah adalah Kecamatan Pamengpeuk.
Bahkan, banjir di kecamatan itu yang dinilai lebih besar dibanding banjir bandang pada 2020 lalu.
Wakil Bupati Garut Helmi Budiman menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Garut telah menetapkan masa tanggap darurat bencana terhitung sejak Jumat (23/09/2022) hingga tujuh hari ke depan.
Baca juga: Terjebak Longsor di Gunung Gelap Garut, Pengguna Jalan Menginap di Mobil
Pemkab mencatat, banjir bandang di Kecamatan Pamengpeuk akibat luapan Sungai Cikaso dan Sungai Cipalebuh.
“Pamengpeuk ini, banjirnya lebih besar dari tahun 2020, kita tetapkan masa tanggap darurat mulai hari ini sampai tujuh hari ke depan,” katanya kepada wartawan, Jumat (23/09/2022) sore.
Di wilayah Kecamatan Pamengpeuk, sedikitnya 1.600 rumah terdampak banjir, dua diantaranya hancur.
Pemerintah pun, saat ini tengah berupaya membersihkan 40 rumah warga terdampak banjir agar bisa kembali ditempati pemiliknya.
“Ada 40 rumah yang ngungsi di Desa Paas, kita sedang berusaha dibersihkan agar bisa ditempati lagi,” kata Helmi.
Selain Kecamatan Pamengpeuk, menurut Helmi, kecamatan lain yang terdampak bencana adalah Kecamatan Cisompet, Singajaya, Cihurip dan Cibalong. Keempat kecamatan itu mengalami bencana longsor.
Di Kecamatan Singajaya, jalan yang menghubungkan Kecamatan Singajaya dan Cihurip putus akibat longsor. Sementara, daerah lainnya, banjir dan longsor mengakibatkan jembatan ambruk.
“Jembatan-jembatan yang putus itu di Cibalong ada dua, di Cisompet di Desa Haur Kuning, yang lainnya sedang didata dulu,” katanya.
Menurut Helami, ada dus opsi untuk mengatasi banjir bandang akibat luapan Sungai Cikaso dan Cipalebuh. Opsi pertama adalah merelokasi warga yang tinggal di sepanjang bantaran dua sungai tersebut dan kedua, membuat tanggul di sepanjang bantaran dua sungai tersebut.
Baca juga: Banjir Bandang dan Longsor di Garut, Satu Orang Meninggal
Opsi pertama, menurut Helmi, akan memakan biaya cukup tinggi karena saat ini di bantaran dua sungai tersebut sudah banyak rumah.
Pilihan paling rasional, menurut Helmi adalah dengan membuat tanggul bronjong di bantaran dua sungai tersebut.
“Untuk opsi tanggul, kita akan koordinasi dulu dengan pemerintah provinsi, karena ini jadi kewenangan provinsi,” katanya.
Terkait penyebab banjir, menurut Helmi salahsatunya adalah adanya kerusakan hutan di kawasan hulu sungai dan berkurangnya tegakan pohon-pohon besar. Karenanya, perlu ada upaya rehabilitasi lahan besar-besaran di kawasan hulu sungai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.