Kemudian, pada 2017 lembaga sosiopreneur Institute of Social Economic Digital (ISED) menggelar pelatihan literasi pengelolaan keuangan yang benar bagi ibu-ibu rumah tangga.
Pahrul dan masyarakat Desa Bilebante kemudian bersepakat untuk mengembangkan segenap potensi di desa mereka menjadi objek wisata. Tujuannya, untuk peningkatan kesejahteraan bersama.
Wisata bersepeda keliling desa menjadi awal percontohannya.
Dimulai dari depan Kantor Sekretariat Desa Wisata Bilebante, wisatawan akan melintasi permukiman warga dan lanjut melewati jalan setapak yang membelah hamparan sawah.
Baca juga: Dongkrak Ekonomi, Pemkab Gunungkidul Resmikan Desa Wisata Candirejo
Lalu singgah ke kawasan masyarakat Hindu untuk belajar budaya mereka.
Di kawasan ini juga wisatawan juga bisa mampir ke Pura Lingsar Kelod, tempat ibadat umat Hindu tertua di Lombok Tengah yang telah berdiri sejak tahun 1822 lampau.
Pengunjung juga akan disuguhi musik tradisional bale ganjur dari masyarakat Bilebante beragama Hindu.
Jenis wisata gowes sepeda ini sempat viral beberapa waktu lalu dan begitu diminati warga lokal Lombok, turis Nusantara serta asing.
Pokdarwis Bilebante bersama komunitas anak-anak muda GeneProyek percontohan tak berhenti sampai di gowes sepeda karena Pokdarwis Bilebante juga menciptakan Pasar Pancingan yang beroperasi tiap hari Minggu.rasi Pesona Indonesia (Genpi) kemudian mencoba membangun sebuah atraksi baru yang menarik wisatawan sekaligus mengangkat potensi desa.
Lalu terciptalah Pasar Pancingan yang beroperasi tiap hari Minggu mulai jam 7 pagi hinga 14.00 Wita.
Modelnya meniru pasar pekan yang masih dapat dijumpai di sejumlah desa di di Lombok.
Lapak berjualannya pun dibuat dari bilah-bilah bambu dan alang-alang dan para penjualnya berpakaian khas Sasak, suku asli Pulau Lombok.
Baca juga: 11 Tempat Wisata Pantai di Aceh, Air Lautnya Biru Jernih
Bedanya, di Pasar Pancingan wisatawan juga bisa memancing di kolam pemancingan dari bekas lubang galian pasir sebagai daya tarik utama.
Di pasar tersebut, wisatawan bisa mencicipi lebih dari 30 kuliner khas masyarakat Sasak seperti ayam merangkat atau gulai ayam kampung yang dagingnya telah dibakar, ebatan atau salad, clorot atau dodol Lombok dibalut daun kelapa, plecing kangkung, dan ayam taliwang.
Wadah tempat makan menggunakan daun pisang dan alat transaksinya memakai uang kepeng.
Harga kuliner yang ditawarkan sangat bersahabat. Apabila pengunjung ingin bertransaksi, harus menukar uang di tempat penukaran uang.
Baca juga: Momen G20, Kunjungan ke 3 Destinasi Wisata di Belitung Pecah Rekor
Pengelola menyediakan uang kepeng dengan nilai dari 2,5, 5, dan 10. Uang kepeng 2,5 bernilai Rp2.500, kepeng 5 bernilai Rp5.000 dan kepeng 10 bernilai Rp10.000.
Bila uang kepeng masih sisa, dapat menukar kembali sisanya di tempat yang sama untuk menjadi uang biasa. Sebelum pandemi menerjang, pasar ini dikunjungi oleh sedikitnya 800 orang, umumnya warga seputar Lombok dan turis Nusantara.