Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Gedung Sarekat Islam di Semarang, Rekam Jejak Perjuangan Tan Malaka hingga DN Aidit

Kompas.com - 21/09/2022, 20:00 WIB
Sabrina Mutiara Fitri,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Gedung bercat putih di tengah permukiman warga, tepatnya di Kampung Gendong Utara, Sarirejo, Kota Semarang, tampak lusuh dengan debu-debu yang menempel di tiap sudutnya.

Gedung tua yang berumur ratusan tahun ini menyimpan banyak cerita perjuangan, terlebih tokoh-tokoh nasional berhaluan kiri seperti Semaoen, DN Aidit, hingga Tan Malaka.

Saat masuk ke dalam gedung, terdapat tulisan SI berwarna hitam di lantai menurun berukuran 2×2 meter. Tiang-tiang kayu penyangga tampak kokoh berdiri, setelah diperbaiki beberapa waktu lalu.

Baca juga: Mengintip Rumah Persembunyian Pemimpin Senior PKI DN Aidit di Solo

Dalam sejarahnya, Gedung Sarekat Islam yang kini dikenal dengan Balai Muslimin ini berdiri sekitar tahun 1919.

Pengamat sejarah dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Wasino, menuturkan, gedung tersebut sudah ada sebelum Sarekat Islam (SI) pecah menjadi SI Merah dan SI Putih.

Lebih jelas Wasino mengatakan, dulunya, gedung tersebut digunakan sebagai tempat berdiskusi para anggota SI, bahkan menjadi Sekolah Rakyat yang didirikan Tan Malaka.

"Itu didirikan SI yang masih utuh. Dalam perkembangannya, kemudian dikuasi oleh SI Merah, yang menjadi cikal bakal PKI. Pengaruhnya cukup tinggi, makanya waktu itu mereka punya sekolah juga di Semarang, sekolah kader, sekolah ideologi," tutur Wasino kepada Kompas.com, Rabu (21/9/2022).

Meski tidak ada kaitannya dengan peristiwa 1965, Wasino menyebut, gedung tersebut menjadi saksi bisu perjuangan tokoh-tokoh berpengaruh PKI sebelum kemerdekaan.

"Gedung itu menjadi saksi ada perpecahan antara Sarekat Islam dan Komunis. Sebenarnya PKI 1965 tidak pernah menempati gedung SI. Karena tahun 1926 sebelum kemerdekaan, PKI sudah dibubarkan," jelas dia.

Baca juga: Memorabilia Sarung Mbah Moen hingga Gus Dur, Bersejarah dan Punya Nilai Spiritual

Dalam perjalanannya, Gedung SI di Semarang ini pernah nyaris roboh karena terbengkalai dan tak terawat.

Tampak beberapa peninggalan seperti mimbar pidato dan tiang bendera dari kayu jati asli di sudut gedung.

Silih waktu berganti, gedung tua bersejarah itu diwakafkan kepada Yayasan Balai Muslimin Indonesia (Yabami).

Ketua Yabami, AM Jumai, menyebut, kini Gedung SI di Semarang aktif digunakan berkegiatan untuk masyarakat sekitar.

"Ini memang bebas dibuka untuk masyarakat umum. Pengajian, manaqiban, diskusi, pemutaran film, kegiatan RT, RW juga bisa menggunakan gedung ini," tutur Jumai.

Baca juga: Pemerintah Australia Serahkan Artefak Bersejarah kepada Indonesia

Dirinya menyebut, yayasan yang menaungi organisasi islam, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyyah, dan Sarekat Islam itu sudah berupaya merawat dan mengelola Gedung SI dengan baik.

Meski belum optimal dalam memanfatkan gedung, tambah Jumai, pihaknya telah mempersiapkan beberapa hal untuk perbaikan Gedung SI di Semarang.

"Kita punya rancangan untuk mengembangkan gedung ini. Buat mengoptimalkan fungsi pusat kebudayaan, kajian, pekantoran, termasuk untuk pembinaan ekonomi," jelas dia.

Dengan itu Jumai berharap, gedung yang menjadi cagar budaya itu kedepannya bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat.

"Sejarah kita jadikan sebagai pembelajaran masa lalu. Sekarang dan masa mendatang, kita ingin anak-anak muda tidak lupa terhdap nilai sejarah, nilai perjuangan pada tokoh ulama dan panutan kita," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com