Tradisi tolak bala tersebut merupakan kearifan lokal yang berkembang di masyarakat Aceh Barat dan Aceh Selatan.
Mulanya tradisi ini dilakukan dengan memotong kerbau dan membuang bagian kepalanya ke laut untuk menolak bala (bencana), namun kini tradisi tersebut diganti dengan pembacaan shalawat, dzikir dan doa.
Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, masyarakat
Desa Wonokromo, Bantul mengenalnya sebagai tradisi Rebo Pungkasan atau Rebo Wekasan.
Konon pada hari Rabu terakhir dalam bulan Safar itu merupakan hari pertemuan antara Sri Sultan HB I dengan mBah Kyai Faqih Usman yang bisa menyembuhkan segala penyakit dan dapat memberikan berkah untuk kesuksesan usaha atau untuk tujuan-tujuan tertentu.
Dulu upacara ini berada di tempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong, namun kemudian dipindahkan ke Lapangan Wonokromo yang terletak di depan balai desa.
Puncak acara Rebo Wekasan di Desa Wonokromo biasanya dilakukan pada Selasa malam atau malam Rabu dengan mengarak lemper raksasa yang selanjutnya dibagi-bagikan kepada para pengunjung.
Dilansir dari Tribun Banten, Kampung Karundang Tengah, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang mempunyai tradisi bernama Dudus atau mandi kembang tujuh rupa yang sudah ada sejak masa Kesultanan Banten.
Tradisi Dudus dilakukan pada Rabu akhir bulan Safar, dengan diikuti dengan tradisi sedekah bumi pada malam harinya.
Sebelum tradisi Dudus dilakukan, terlebih dahulu masyarakat melakukan shalat dan riungan.
Tujuan tradisi ini antara lain agar panjang umur, sehat, banyak rezeki, terhindar dari bahaya, dekat jodoh, dan lain sebagainya.
Dilansir dari laman Disparekrafbudpora Kabupaten Gresik, Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan juga masih dipertahankan oleh masyarakat di Desa Suci, Kecamatan Manyar.
Bentuk perayaan Rebo Wekasan di Desa Suci adalah sedekah bumi berupa kegiatan doa bersama dan selamatan di sekitar Telaga Suci atau sendang dekat Masjid Mambaul Thoat.
Dilansir dari laman Antara, masyarakat di sekitar Pantai Waru Doyong, Banyuwangi merayakan Rebo Wekasan dengan tradisi Petik Laut.
Petik Laut dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan doa bersama yang diikuti dengan ritual melarung sesaji yang diletakkan dalam sebuah kapal kecil ke tengah laut.
Tradisi doa dan Petik Laut ini dipercaya masyarakat setempat sebagai cara untuk menolak bala.