KOMPAS.com - AM (17), santri Pondok Modern Darussalam Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, meninggal usai dianiaya seniornya.
Dua senior berinisial MF (18) dan IH (17) telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan keterangan polisi, penganiayaan itu bermula dari hilang dan rusaknya sejumlah perlengkapan yang dipakai untuk perkemahan Kamis Jumat (perkajum).
Saat diminta menghadap MF dan IH, AM dan dua rekannya dianiaya oleh pelaku.
Berkaca dari kasus meninggalnya AM, bisakah kekerasan yang dilakukan senior dihentikan?
Terkait itu, sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, memberikan tanggapannya.
Baca juga: Polisi Ungkap Kronologi Meninggalnya Santri Gontor, Dada Korban Ditendang dan Dipukul
Menurut Drajat, kekerasan yang dilakukan senior bisa dicegah dengan menguatkan nilai-nilai antikekerasan.
Bentuk antikekerasan tersebut dikuatkan lewat peraturan pemerintah maupun lembaga yang bersangkutan.
"Zero tolerance to violence," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Bagi lembaga sosial, dalam konteks ini pondok pesantren, bisa memberlakukannya dengan pemberian sanksi tegas, misalnya pelaku penganiayaan bakal dikeluarkan dari pondok.
Selain itu, lembaga sosial harus mengimbanginya dengan memberikan ganjaran. Ganjaran di sini dalam arti positif.
"Jika bisa menunjukkan empati terhadap orang lain, dia akan mendapatkan ganjaran dari pondok dan masyarakat," ucapnya.
Baca juga: Polisi Tetapkan 2 Tersangka Terkait Tewasnya Santri Pondok Gontor
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.