Sebab, keterangan yang diberikan dokter berbeda dari penyebab korban meninggal.
"Dokter kan sudah ada sumpahnya, kalau dia tidak akan memberikan sesuatu yang tidak benar, artinya dia melanggar. Kalau orang meninggal karena sakit tapi ternyata dibunuh dia harus menjelaskan sebenarnya kan seperti itu," ucap dia.
"Kalau dia bilang ini meninggal karena sakit biasa, artinya dia sudah melanggar sumpah jabatan. Itu bisa ditarik, melanggar kode etik kedokteran, polisi harus menelusuri siapa yang terlibat," tambah dia.
Selain itu, pihak korban memiliki hak untuk mengetahui kasus kematian AM secara utuh.
Tanpa membuat laporan baru terkait dugaan dikeluarkannya surat kematian palsu, polisi bisa melakukan penyelidikan tersebut karena mendapatkan bukti baru.
"Karena ini tergolong tindak pidana umum tinggal polisi melakukan pengembangan kasus dan melihat apakah cukup tanpa laporan atau tidak. Yang jelas pihak korban harus punya hak untuk menuntut seluas-luasnya dan seterang-terangnya siapa saja yang terlibat siapa yang mengeluarkan (surat) hak korban untuk meminta polisi mengusut secara tuntas," tegasnya.
Sebagai seorang rektor, Azwar berpendapat, seluruh kegiatan kampus maupun pondok pesantren dapat diawasi ketat dosen pendamping maupun ustaz untuk santri yang ada di pondok.
Pendamping itu digunakan sebagai salah satu upaya agar tindak kriminal atau kejahatan di dunia pendidikan dapat diminimalisir.
"Diawasi saja kecolongan apalagi tidak diawasi. Memang kejahatan itu bisa terjadi dimana saja saat ada peluang dan kesempatan tapi harus diminimalisir sedini mungkin," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.