MAUMERE, KOMPAS.com - Aksi unjuk rasa menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) ricuh, Selasa (6/8/2022).
Kericuhan bermula ketika sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Cipayung Plus memaksa masuk ke ruang sidang utama DPRD untuk melakukan audiensi.
Namun upaya mereka dihadang sejumlah anggota polisi yang sedang berjaga.
Aksi saling dorong hingga adu pukul pun terjadi. Beberapa mahasiswa dan aparat nyaris jatuh.
Beruntung situasi berhasil diredam saat Wakil Ketua 2 DPRD Sikka, Yosep Karmianto Eri meminta mahasiswa tenang.
Baca juga: Mahasiswa di Malang Unjuk Rasa Tolak Kenaikan Harga BBM, Minta Sejumlah Menteri Dicopot dari Jabatan
Yosep menjelaskan, ruang sidang utama DPRD tidak bisa digunakan lantaran banyak dokumen penting yang masih tercecer.
Dokumen tersebut, lanjutnya, akan dibahas saat sidang paripurna malam nanti.
"Bukan tidak bisa diskusi di dalam (ruang sidang utama). Di dalam semua dokumen berserakan. Di meja dokumen fraksi semua. Sidang malam ini," ujar Yosep.
Ia meminta, semua aspirasi mahasiswa diserahkan ke DPRD untuk selanjutnya dikirim ke Presiden Joko Widodo. Sebab, kata dia, keputusan menaikkan harga BBM kewenangan pemerintah pusat.
"Gol kita sama tapi caranya berbeda. Teman-teman dengan melakukan demonstrasi bergerak dari jalan, kami bergerak di sini (DPRD)," katanya.
Yosep kemudian meminta agar utusan mahasiswa melakukan audiensi bersama di salah ruang Komisi DPRD.
Usai melakukan bertemu anggota DPRD, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Maumere, Kris Sologus Dami meminta, pemerintah pusat segera mencabut kembali kebijakan kenaikan harga BBM.
Menurutnya, menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan keputusan yang tidak tepat karena hanya akan mengorbankan rakyat kecil.
Cipayung Plus juga menilai opsi pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM ke bantuan langsung tunai (BLT) untuk mengurangi dampak inflasi yang timbul akan sangat rentan terjadi dugaan penyelewengan, seperti kasus korupsi dana Covid-19.
Belum lagi, persoalan data penerima bansos yang tidak akurat. Hal ini tentu lebih sulit daripada membatasi atau mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.