"Saya dulu ojek dan susah. Sudah 17 kali berusaha namun gagal terus. Saya sempat hampir menyerah sampai saya lihat langit. Tuhan kenapa saya begini terus. Saya sudah merantau dengan modal baju di badan apalagi saya ambil istri orang Sumba," katanya
"Tapi ingat pepatah Tiongkok kalau tujuh kali jatuh harus bangun delapan kali. Ini saya sudah terlanjur merantau dan harus berjuang. Dan Tuhan mempertemukan saya dengan Kelor. Dan Tuhan memberkati saya,"kata Eduardus.
Omzet usaha kelornya kini mencapai ratusan juta Rupiah.
Dari rumah bebak ukuran 5X7 meter persegi kini Eduardus sudah bangun rumah permanen ukuran 7X9 meter persegi dan rumah produksi kelor berukuran 16X4 meter persegi.
"Puji Tuhan, beberapa waktu kemarin saya baru beli mobil. Itu semua hasil dari kelor," kata Eduardus.
Eduardus mengaku tidak pernah membayangkan bisa berada pada titik ini. Tanaman yang dulu dipersepsikan sebagai sayuran biasa dan pagar pembatas kebun, kini telah mengantarkan Eduardus hidup berkecukupan.
Selain dirinya, kelor juga mengubah hidup kelompok tani di sekitarnya.
Menurutnya, ada pengusaha kelor yang memiliki omzet hingga Rp 8 juta per bulan. Bahkan bisa membuka lapangan pekerjaan buat pengangguran dalam ekosistem budidaya dan pengelohan kelor.
Eduardus mengatakan, Gubernur NTT dan istri menjadi pihak yang ikut mengubah ekonominya. Mereka, kata dia, berjasa meningkatkan derajatnya.
"Tanpa mereka saat ini mungkin saya masih tukang ojek. Dan Pak Dedi sebagai bapak yang sudah membimbing saya di jalan ini. Kalau bukan karena channel YouTube nya saya masih ojek juga," ujarnya terharu.
Direktur PT Moringa Wira Nusa sekaligus Founder Dapur Kelor, Dedi Krisnadi mengatakan, kisah sukses Eduardus juga sudah dialami oleh beberapa UMKM yang bergerak di bidang kelor.
Baca juga: Sumenep Ekspor 200 Ton Daun Kelor ke China, Bupati: Kami Sangat Bangga
Dia menjelaskan lebih lanjut banyak UMKM yang sudah membuka pasar ke luar NTT bahkan keluar negeri dan memiliki omzet hingga ratusan juta Rupiah.
"Mereka yang mendapat manfaat dari tanaman kelor adalah mereka yang sejak awal ikut arahan Gubernur NTT. Saat ini produksi Kelor dari 3,2 ton per bulan sudah naik ke 7,2 ton per September ini,"ujar dia.
PT Kelor Marada yang digawangi oleh Eduardus merupakan binaan Dapur Kelor bersama 36 sentra Pengelolaan kelor lainnya dibawa Korem Wirasakti 161 Kupang dan 14 UMKM dibawa binaan Dekranasda NTT.
"Jadi Dapur Kelor ini sebenarnya Binaan Dekranasda NTT dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTT. Kami diamanatkan untuk membina UMKM-UMKM lainnya. Kami melatih lagi. Sehingga tidak disadari bahwa ketika kami dibina oleh Dekranasda NTT dan Disperindag, kami membina lagi UMKM lainnya," kata Dedi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.