Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/09/2022, 16:31 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Krisiandi

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Eduardus Seran Klau (36) memutuskan merantau ke Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1996. Pria asal Kabupaten Malaka, NTT itu ingin mengubah nasibnya di tanah seberang. 

Bermodal semangat untuk maju, Eduardus yang merupakan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) pun mulai menggeluti usaha di perantauan. Dia menjadi tukang ojek dan penjual ikan. 

Waktu terus berjalan, Eduardus merasa ada tuntutan untuk mencari penghasilan lebih setelah menikah dan dikaruniai seorang putri. 

Eduardus terus mencari usaha yang bisa menyejahterakan keluarga. Hingga akhirnya pada 2018, dia mengenal usaha daun kelor.

Pada tahun itu, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mencanangkan penanaman kelor di seluruh desa di NTT. Dari situ, Eduardus, melihat peluang. 

Baca juga: Ketika Sop Bola Udang dan Sayur Bening Kelor Bobby Nasution Dipuji Emak-emak

"Akhirnya saya coba pelajari bagaimana caranya pengolahan kelor ini. Maka dapatlah channel YouTube dari guru besar saya pak Dedi Krisnadi dari Dapur Kelor," kata Eduardus kepada Kompas.com, Selasa (6/9/2022).

Dari chanel YouTube tersebut, Eduardus mulai belajar membuat serbuk kelor dalam skala kecil. Lantas, serbuk kelor buatannya dijual. Tanpa disangka-sangka, ternyata laku. 

"Mungkin juga ada yang beli karena kasihan. Saya terus berjalan tapi dengan satu keyakinan suatu saat akan jadi besar," katanya.

"Ini bukan pengakuan Indonesia atau daerah tapi pengakuan dunia dan telah melewati ribuan kali studi banding terkait kelor untuk penanganan stunting. Dengan pemahaman itu membuat saya tetap konsisten," jelasnya.

Eduardus dengan keyakinannya, menawarkan produk serbuk kelornya ke Kelurahan Malumbi di Sumba Timur.

Baca juga: Kisah Serda Antonius, Angkat Perekonomian Warga Kupang dengan Mengolah Kelor

Eduardus pun mempersentasikan olahan kelor buatannya. Presentasinya mendapat sambutan yang ia tidak pernah duga. Gayung pun bersambut. Dari presentasinya itu ia mulai mendapatkan omzet yang terus berkembang.

Pihak kelurahan Malumbi membeli produknya senilai Rp 5 juta. Nilai uang yang besar bagi Eduardus yang baru banting stir dari tukang ojek dan papalele ikan.

"Istri saya bilang ini peluang. Akhirnya dari satu kelurahan itu saya coba tawarkan ke kelurahan lain. Yang uniknya tidak diundang tapi saya akan hadir. Acara apa pun itu saya akan hadir meski tidak diundang untuk menawarkan olahan kelor yang saya punya,"ujar dia.

"Tapi saya punya persoalan untuk menunjang proses produksi. Kalau bahan baku banyak karena Sumba Timur di tempat tinggal saya letaknya dekat pantai apalagi habitatnya 0 sampai dengan 5000 MDPL Jadi banyak sekali kelor," sambung Eduardus.

Titik balik usaha kelor Eduardus adalah ketika ia mengikuti kegiatan Balai POM terkait usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Baca juga: Setiap Bulan, Pengolahan Kelor di NTT Menghasilkan Rp 540 Juta

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Gibran Respon Kandungan Gula dalam Susu Kotak yang Dibagikan Terlalu Manis: Khusus yang Tak ASI Lagi

Gibran Respon Kandungan Gula dalam Susu Kotak yang Dibagikan Terlalu Manis: Khusus yang Tak ASI Lagi

Regional
Biaya Lebih Murah Dibandingkan ke Malaysia Jadi Alasan Pengungsi Rohingya ke Aceh, Bayar Rp 14 Juta

Biaya Lebih Murah Dibandingkan ke Malaysia Jadi Alasan Pengungsi Rohingya ke Aceh, Bayar Rp 14 Juta

Regional
Cuaca Ekstrem, 3 Wisata Alam Non-Pendakian di Gunung Rinjani Ditutup

Cuaca Ekstrem, 3 Wisata Alam Non-Pendakian di Gunung Rinjani Ditutup

Regional
5 Pembuat dan Pengedar Pupuk NPK Palsu di Banyumas Ditangkap

5 Pembuat dan Pengedar Pupuk NPK Palsu di Banyumas Ditangkap

Regional
Kasus Stunting di 20 Kabupaten/Kota di Jateng Alami Kenaikan

Kasus Stunting di 20 Kabupaten/Kota di Jateng Alami Kenaikan

Regional
Tersangka Pembunuhan Bos Mainan di Pemalang Bertambah, Anak Korban Terlibat

Tersangka Pembunuhan Bos Mainan di Pemalang Bertambah, Anak Korban Terlibat

Regional
Agen Selundupkan Pengungsi Rohingya ke Aceh dengan Tarif Rp 14 Juta untuk Dewasa, Anak-anak Rp 7 Juta

Agen Selundupkan Pengungsi Rohingya ke Aceh dengan Tarif Rp 14 Juta untuk Dewasa, Anak-anak Rp 7 Juta

Regional
Aktivis Lingkungan Karimunjawa Ditahan Polres Jepara, Dijerat UU ITE 'Otak Udang'

Aktivis Lingkungan Karimunjawa Ditahan Polres Jepara, Dijerat UU ITE "Otak Udang"

Regional
Saat Mahasiswa Papua Penerima Beasiswa Luar Negeri Terancam Putus Kuliah...

Saat Mahasiswa Papua Penerima Beasiswa Luar Negeri Terancam Putus Kuliah...

Regional
Ribuan Guru di Purbalingga Nyaris Jadi Tersangka karena Pakai Dana BOS untuk Honor

Ribuan Guru di Purbalingga Nyaris Jadi Tersangka karena Pakai Dana BOS untuk Honor

Regional
Menyoal Dibukanya Kembali Jalur Pendakian Gunung Marapi Saat Masih Berstatus Waspada

Menyoal Dibukanya Kembali Jalur Pendakian Gunung Marapi Saat Masih Berstatus Waspada

Regional
Dihukum Tanpa Penonton hingga Akhir Musim, PSIS Semarang Akan Banding

Dihukum Tanpa Penonton hingga Akhir Musim, PSIS Semarang Akan Banding

Regional
Video Viral Seorang Mahasiswi di NTT Terkapar Diduga Minum Obat Rumput

Video Viral Seorang Mahasiswi di NTT Terkapar Diduga Minum Obat Rumput

Regional
Kota Makassar Terapkan Metaverse untuk Pelayanan Publik, Mendagri Berikan Pujian

Kota Makassar Terapkan Metaverse untuk Pelayanan Publik, Mendagri Berikan Pujian

Regional
250 Kg Telur Dimusnahkan oleh Petugas Karantina Pertanian Timika, Ini Sebabnya

250 Kg Telur Dimusnahkan oleh Petugas Karantina Pertanian Timika, Ini Sebabnya

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com