MALANG, KOMPAS.com - Kebijakan naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dikeluhkan oleh sejumlah masyarakat Kabupaten Malang, khususnya pekerja layanan transportasi.
Salah satunya, pekerja ojek online di kawasan Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Abdul Rohim (43), warga Desa Sukorejo, Gondanglegi.
Ia memastikan, naiknya harga BBM akan membengkakkan biaya operasionalnya.
Sebab, saat BBM jenis Pertalite harganya masih Rp. 7.650 saja, keuntungan yang didapat dari pekerjaannya sebagai ojek online saja menipis, akibat biaya operasional yang nyaris tidak sebanding dengan pendapatan.
Baca juga: Solar Langka, Sopir Truk Mengeluh Telah Mengantre sampai 2 Hari
"Kalau sehari, biaya BBM kita rata-rata senilai Rp 30.000, belum makannya," ungkap Abdul, saat ditemui, pada Minggu (4/9/2022).
Sementara pendapatannya dari ojek online, Rohim menyebut kalau sedang ramai senilai Rp 100.000 per hari.
"Dipotong operasional seperti makan dan bensin, jadinya uang yang bisa kami bawa pulang hanya Rp 50.000. Kadang kalau sepi ya hanya bawa pulang Rp 20.000. Intinya tergantung pendapatan, karena pendapatan kami fluktuatif," beber dia.
Terlebih, sejak Pandemi Covid-19, menurut bapak 2 anak itu, pendapatannya lebih banyak menurun, akibat pengguna layanan ojek online berkurang.
"Berkurangnya kemungkinan karena pemberlakuan work from home (WFH) sekaligus pabrik banyak yang mem-PHK pegawainya," ujar dia.
Alhasil, untuk menyiasati agar ada uang yang bisa dibawa pulang dari hasil bekerja, Rohim kerap membawa bekal makanan dari rumahnya.
"Dengan harga BBM yang semakin naik ini, tentu kami merasa susah. Karena pastinya akan ada pembekakan biaya operasional," pungkas dia.
Senada dengan Rohim, sopir layanan transportasi antar kota (angkot), Suwignyo (63) juga melontarkan keluhan yang sama.
Dia menuturkan, kebijakan kenaikan harga BBM akan membuatnya semakin berat. Sebab, pengguna layanan transportasi umum saat ini sedikit.