Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kenaikan Harga BBM, Sarbumusi Tasikmalaya Keberatan dan Survei CISA Sebut Mayoritas Publik Menolak

Kompas.com - 31/08/2022, 16:32 WIB
Farid Assifa

Penulis

KOMPAS.com - Organisasi buruh Nahdlatul Ulama, Konfederasi Serikat Buruh Muslim (Sarbumusi) Kabupaten Tasikmalaya, menyikapi rencana pencabutan subsidi BBM yang berimbas pada kenaikan harga BBM jenis pertalite dan solar.

Ketua Terpilih Sarbumusi Kabupaten Tasikmalaya Yayan Royan menilai, kenaikan harga BBM jenis pertalite yang akan diberlakukan besok, Kamis (1/9/2022), akan sangat memberatkan masyarakat, terutama kaum buruh.

Sebab, saat ini kondisi ekonomi belum pulih akibat Pandemi Covid-19 selama dua tahun. Ditambah daya beli masyarakat, terutama menengah ke bawah, masih rendah.

"Sementara sudah menjadi rumus baku jika harga BBM naik, efek domino yang akan terjadi naiknya harga kebutuhan pokok serta ongkos transportasi umum," kata Yayan kepada Kompas.com dalam keterangan tertulis, Rabu.

Baca juga: Mahasiswa Datangi DPRD Nunukan Tolak Rencana Kenaikan Harga BBM

Yayan menyampaikan pernyataan itu sebagai sikap resmi organisasi dalam pengkuhan pengurus Sarbumusi Dewan Cabang Kabupaten Tasikmalaya, Minggu (28/8/2022).

Ia mengatakan, alangkah baiknya pemerintah menunda tencana pencabutan subsidi BBM pertalite dan solar hingga kondisi ekonomi stabil sehingga efek domino dari kebijakan itu bisa dihindari.

"Jika alasan pencabutan subsidi BBM jenis pertalite ini, karena sebagian besar BBM bersubsidi lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat mampu, sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani, artinya ada yang salah dengan sistem distribusi, bukan subsidinya, sehingga tidak tepat sasaran," katanya.

Survei CISA

Sementara itu, Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) merilis survei nasional yang menyatakan bahwa mayoritas masyarakat menolak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM.

Survei yang bertajuk Outlook Kebijakan Ekonomi Energi Dalam Negeri Tahun 2022 ini disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif CISA, Herry Mendrofa pada Selasa, 30 Agustus 2022.

Dalam rilis survei CISA yang dilakukan sepanjang 25-28 Agustus 2022 di 37 provinsi di Indonesia secara proporsional ini ditemukan bahwa mayoritas publik menyatakan ketidakpuasan terhadap kinerja Ekonomi Energi Pemerintah hingga saat ini.

Herry menjelaskan ada sekitar 56,38 persen publik yang menyatakan tidak puas sedangkan 42,13 persen publik mengatakan puas, serta 1,5 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

“Alasan publik tidak puas karena melihat masih tingginya kasus korupsi itu 25,50 persen, pilihan kebijakan yang tidak pro rakyat 21,95 persen, pembangunan yang tidak produktif 16,85 persen, kemiskinan dan pengangguran belum selesai 14,86 persen, tidak ada perbaikan kondisi ekonomi 11,31 persen, kebijakan Ekonomi dan Energi dianggap plin-plan 4,66 persen, perlu reshuffle kabinet bidang Ekonomi dan Energi 2,44 persen, dan alasan lainnya 2,44 persen,” kata Harry dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa.

Namun Herry mengungkapkan bahwa faktor kepemimpinan Jokowi sebesar 34,72 persen, kondisi ekonomi stabil sebesar 18,69 persen, sukses melewati pandemi Covid 19 sebesar 16,91 persen menjadi alasan kepuasan publik.

“Ada juga karena melihat pembangunan terus berlanjut itu 10,39 persen, kinerja Menteri bidang Ekonomi dan Energi optimal ada 9,20 persen, alasan lainnya sebanyak 6,23 persen, serta tidak ada persoalan Ekonomi dan Energi sebesar 3,86 persen,” tuturnya.

Meskipun demikian terdapat sebanyak 1,5 persen responden yang tidak tahu atau tidak menjawab.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com