Demikian juga penampilan Mimin saat melayani, ia kerap mengenakan daster seperti halnya kaum wanita lainnya, bahkan dengan anak-anaknya yang masih kecil. Acap kali anak-anak ini merengek atau menangis.
Kepada tamunya ia selalu katakan kondisi apa adanya, banyak anak-anak, bahkan mereka sering ramai. Ia tidak segan meminta maaf jika tamunya terganggu. Jika pun memang merasa terganggu Mimin akan menawarkan untuk pindah hotel yang lebih tenang dan nyaman. Namun sejauh ini ia mengaku tidak ada tamu yang merasa keberatan.
Kondisi ini juga dinikmati pasangan warga negara Belanda, Tim dan Sumi. Keduanya merasa puas tinggal di pondok ini, bahkan keduanya sempat main sepak bola dangdut bersama warga sekitar.
“Tim dan Sumi ini adalah orang Jawa yang diadopsi orang Belanda, kisahnya Panjang,” kata Fajar, kolega Mimin yang menemani Tim dan Sumi menjelajah Gorontalo.
Tim yang aslinya bernama Rudiyanto berasal dari Semarang Jawa Tengah, sementara Sumi memiliki nama panjang Sumiyatin berasal dari orang tua yang tinggal di pedalaman Trenggalek Jawa Timur. Keduanya tidak bisa berbahasa Jawa atau Indonesia.
“Kami merasa nyaman di sini,” kata Sumi.
Baca juga: Menjajal Pasar Apung Banjir Kanal Barat, Destinasi Wisata Baru di Semarang
Selain sepak bola dangdut yang ditawarkan ke wisatawan pada bulan Agustus ini, yang tidak kalah serunya adalah atraksi makan krupuk gantung. Atraksi ini diikuti oleh pasangan bule dan anak-anak kampung.
Dengan panduan musik, peserta ini beradu cepat menghabiskan krupuk yang tergantung dengan tali rafia.
Para wisatawan ini sangat menikmati kegiatan ini, mereka tidak peduli dengan peserta lain yang masih anak-anak, semuanya dilakukan dengan gembira.
Perhatian Mimin kepada para bule agar mereka betah tinggal di Gorontalo ini juga diwujudkan dalam perayaan ulang tahun, tamu yang ulang tahun di penginapannya akan dirayakan secara sederhana dengan cara yang unik.
Mimin akan merias wajahnya seperti badut, lalu memberi kejutan dengan kue atau makanan sebagai sajian di hari ulang tahun si bule. Atraksi ini telah mengharubirukan sejumlah bule. Mereka merasa mendapat kejutan istimewa saat jauh dari keluarga dan rumahnya. Di sinilah Mimin hadir sebagai saudara mereka.
Cara melayani wisatawan mancanegara ini telah membuahkan hasil baginya, juga koleganya yang bersama-sama bergerak memajukan dunia pariwisata Gorontalo.
Penginapan rumah panggung yang berbahan kayu ini tidak pernah sepi dari tamu luar negeri, bahkan ada yang rela untuk mengantre.
“Banyak yang menginap hingga sepekan, ada juga yang 2-3 hari. Ada juga yang kemudian balik lagi ke kami,” tutur Mimin.
Baginya, wisatawan mancanegara ini adalah keluarganya. Mereka juga membutuhkan perhatian dan interaksi personal agar merasa nyaman selama di Gorontalo. Layanan ini tidak harus membutuhkan sarana yang memadai atau mewah.
Bahkan untuk menjemput turis asing yang baru turun kapal feri dari Togean di pelabuhan penyeberangan, ia hanya menggunakan mobil dengan bak terbuka beralas tikar, juga pernah menggunakan bentor.
Kesederhanaan dan ketulusan ini yang menjadi buah bibir para pelancong antarnegara. Ia tidak pernah mengeluh, bahkan saat dunia pariwisata remuk dihantam badai pandemi Covid-19. Homestaynya sepi berbulan-bulan, tidak ada penghasilan apapun.
Ia tidak berkeluh kesah apalagi meratap, ia banting stir menjadi kurir untuk mengantar paket barang dari sebuah perusahaan ekspedisi. Hujan panas tak dirasakan, bahkan sering kali ia juga membawa anak kecilnya mengantar paket.
Mimin yang lulusan SMEA telah membuktikan bahwa pertumbuhan dunia pariwisata tidak selalu harus membangun gedung megah dan sarana mewah, ketulusan hati jauh lebih penting dan utama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.