Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awal Mula Jemparingan, Seni Memanah Khas Keraton Yogyakarta

Kompas.com - 28/08/2022, 12:04 WIB
Riska Farasonalia

Editor

KOMPAS.com - Seni memanah itu bernama Jemparingan.

Jemparingan sendiri merupakan olahraga panahan dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau dikenal juga dengan jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta.

Pada mulanya, permainan ini hanya dilakukan di kalangan keluarga Kerajaan Mataram hingga dijadikan perlombaan di kalangan prajurit kerajaan.

Namun seiring waktu, seni memanah ini kini semakin diminati dan dimainkan oleh banyak orang dari kalangan rakyat biasa.

Baca juga: Stasiun Solo Balapan, dari Sejarah hingga Rute Kereta Api

Awal mula

Bermula saat raja pertama Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) mendorong pengikutnya untuk belajar memanah sebagai sarana membentuk watak ksatria.

Watak ksatria mengandung empat nilai yakni sawiji, greget, sengguh dan ora mingkuh.

Sawiji artinya konsentrasi, greget artinya semangat, sengguh berarti rasa percaya diri dan ora mingkuh berarti memiliki rasa tanggung jawab.

Keempat nilai tersebut diperintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk dijadikan pegangan rakyat Yogyakarta.

Filosofi Jemparingan

Berbeda dengan gaya panahan lainnya, jika biasanya dilakukan sambil berdiri, Jemparingan dilakukan dalam posisi duduk bersila.

Pemanah Jemparingan juga tidak membidik dengan mata, akan tetapi memposisikan busur di hadapan perut sehingga bidikan didasarkan pada perasaan pemanah.

Gaya memanah ini sejalan dengan filosofi Jemparingan yakni pamenthanging gandewa pamanthening cipta.

Artinya membentangnya busur seiring dengan konsentrasi yang ditujukan pada sasaran yang dibidik.

Jika diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari memiliki makna manusia yang memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada cita-citanya agar dapat tercapai.

Baca juga: Jemparingan, tentang Perasaan yang Tak Pernah Menipu dan Indahnya Silaturahim

Perlengkapan Jemparingan

Permainan Jemparingan ini memiliki nama sendiri untuk perlengkapan yang menyertainya yakni:

1. Jemparing

Artinya anak panah yang terdiri atas deder atau batang anak panah, bedor atau mata panah, wulu atau bulu pada pangkal panah dan nyenyep atau bagian pangkal dari jemparing yang diletakkan pada tali busur saat memanah.

2. Gandewa

Artinya busur yang terdiri dari cengkolak atau pegangan busur, lar atau bilah yang terdapat pada kiri dan kanan cengkolak dan kendheng atau tali busur yang masing-masing ujungnya dikaitkan ke ujung-ujung lar.

3. Wong-wongan atau bandulan

Artinya sasaran yang berbentuk silinder tegak dengan panjang 30 cm dan diameter 3 cm.

4. Molo

Sekitar 5 cm bagian atas silinder diberi warna merah, dinamakan molo atau sirah (kepala).

5. Awak

Bagian bawahnya diberi warnah putih yang dinamakan awak atau badan.

6. Jangga

Lalu pertemuan antara molo dan awak diberi warna kuning setebal 1 cm dinamakan jangga atau leher.

Biasanya, di bawah bandulan digantung sebuah bola kecil, dimana pemanah akan mendapat pengurangan nilai bila mengenai bola ini.

Sementara di bagian atasnya digantung lonceng kecil yang akan berdenting setiap kali jemparing mengenai bandulan.

Gandewa dan jemparing dibuat khusus oleh pengrajin yang disesuaikan dengan postur tubuh pemanah, salah satunya adalah rentang tangan pemanah.

Hal ini sangat diperlukan agar pemanah merasa nyaman dan dapat memanah dengan optimal.

Oleh karena itu, perlengkapan jemparingan tentunya bersifat pribadi dan sulit untuk dipinjamkan.

Baca juga: Jemparingan, Olahraga Memanah Tradisional Digemari di Berbagai Daerah

Cara membidik

Seseorang yang memegang busur dan anak panah akan duduk menyamping dengan busur ditarik ke arah kepala sebelum ditembakkan ke arah wong-wongan.

Pemanah harus berusaha mengenai sasaran dengan tepat.

Semakin banyak anak panah yang mengenai bandulan, semakin banyak nilai yang didapatkan. Terlebih bila mengenai molo yang berwarna merah.

Namun, jika sampai mengenai bola kecil di bawah bandulan, pemanah akan mendapatkan pengurangan nilai.

Seiring perkembangan zaman, jemparingan pun mulai mengalami beberapa perubahan. Kini terdapat berbagai cara memanah serta bentuk sasaran yang dibidik.

Akan tetapi, semua tetap berpijak pada filosofi jemparingan sebagai sarana untuk melatih konsentrasi.

Beberapa orang juga tidak lagi membidik dengan posisi gandewa di depan perut, tetapi dalam posisi sedikit miring sehingga pemanah dapat membidik dengan mata.

Baca juga: Sejarah Jemparingan, Olahraga Panahan yang Ada Sejak Sri Sultan HB I

Digandrungi anak muda

Jemparingan sempat terancam hampir punah karena peminatnya yang semakin sedikit, terutama setelah meninggalnya Paku Alam VIII, salah satu pendukung jemparingan.

Namun, belakangan ini seni memanah tradisional ini justru digandrungi oleh generasi muda, terutama di lingkungan Yogyakarta.

Di lingkungan Keraton Yogyakarta, permainan jemparingan rutin dilaksanakan setiap minggu.

Para pemanah biasanya mengenakan busana khas Jawa seperti kebaya dan batik untuk wanita. Sementara kaum pria mengenakan surjan, kain batik dan blangkon.

Pemanah akan mulai merentang busur untuk menempa hati dengan memusatkan pikiran dan konsentrasi demi sebuah tujuan yang ingin dicapai.

Sumber : Indonesia.go.id

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Regional
Ibu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pria Hidung Belang di Bengkulu

Ibu Jual Anak Kandung Rp 100.000 ke Pria Hidung Belang di Bengkulu

Regional
Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Bukan Cincin, Jari Pria Ini Terjepit Tutup Botol dan Minta Bantuan Damkar

Regional
Kejari Pontianak Bantah Hambat Perkara Mantan Caleg Tipu Warga Rp 2,3 Miliar

Kejari Pontianak Bantah Hambat Perkara Mantan Caleg Tipu Warga Rp 2,3 Miliar

Regional
Bukan Modus Begal, Pria Terkapar di Jalan dalam Video di TNBBS Ternyata Kecelakaan

Bukan Modus Begal, Pria Terkapar di Jalan dalam Video di TNBBS Ternyata Kecelakaan

Regional
Pj Wali Kota Muflihun Minta Jalan Rusak Segera Diperbaiki, Dinas PUPR Pekanbaru: Secara Bertahap Telah Diperbaiki

Pj Wali Kota Muflihun Minta Jalan Rusak Segera Diperbaiki, Dinas PUPR Pekanbaru: Secara Bertahap Telah Diperbaiki

Regional
Asmara Berujung Maut, Wanita di Wonogiri yang Hilang Sebulan Ternyata Dibunuh Pacar

Asmara Berujung Maut, Wanita di Wonogiri yang Hilang Sebulan Ternyata Dibunuh Pacar

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Regional
Jembatan Menuju Pos Pantau TNI AL di Pulau Sebatik Ambruk, DPRD Desak Segera Bangun Ulang

Jembatan Menuju Pos Pantau TNI AL di Pulau Sebatik Ambruk, DPRD Desak Segera Bangun Ulang

Regional
11 Tokoh Daftar Pilkada 2024 di Partai Golkar Gunungkidul, Ada Bupati Sunaryanta

11 Tokoh Daftar Pilkada 2024 di Partai Golkar Gunungkidul, Ada Bupati Sunaryanta

Regional
Penumpang Kapal di Nabire Kedapatan Bawa 1 Kg Ganja

Penumpang Kapal di Nabire Kedapatan Bawa 1 Kg Ganja

Regional
Pembunuhan di Wonogiri, Pelaku Kubur Jasad Kekasih di Pekarangan Rumah

Pembunuhan di Wonogiri, Pelaku Kubur Jasad Kekasih di Pekarangan Rumah

Regional
Kronologi Tentara Amerika Meninggal di Hutan Karawang, Sempat Terpisah Saat Survei Latihan Gabungan

Kronologi Tentara Amerika Meninggal di Hutan Karawang, Sempat Terpisah Saat Survei Latihan Gabungan

Regional
Bea Cukai Temukan Truk Berisi Jutaan Batang Rokok Ilegal Tak Bertuan di Kalbar

Bea Cukai Temukan Truk Berisi Jutaan Batang Rokok Ilegal Tak Bertuan di Kalbar

Regional
Siswi SMA yang Simpan Bayinya di Koper Ternyata Sedang Magang

Siswi SMA yang Simpan Bayinya di Koper Ternyata Sedang Magang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com