KOMPAS.com - Loji Gandrung adalah kediaman resmi Wali Kota Surakarta masuk dalam kawasan cagar budaya.
Berada di Jalan Brigjen Slamet Riyadi nomor 261, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan. bangunan Logi Gandrung memiliki gaya arsitektur indish.
Kata indish berasal dari Nederlansch Indie yang arinya Hindia Belanda. Arsitektur Indis lahir dari munculnya budaya indis yakni perpaduan antara budaya Eropa (Belanda) dengan budaya lokal, Jawa.
Di Logi Gandrung, sentuhan budaya Jawa terlihat dari atap sirap kayu berbentuk segi lima dan bagian puncaknya ada menara semu berkaca patri.
Baca juga: ASEAN Para Games 2022 di Solo, Bakal Ada Pawai Obor dari Loji Gandrung ke Balai Kota
Loji Gandrung adalah karya arsitek Belanda, C.P Wolff Schoemaker, seorang guru besar arsitek di Technische Hooheschool te Bandoeng yang sekarang dikenal sebagai Institut Tekhnologi Bandung.
Schoemaker adalah salah satu dari tiga arsitek ternama di Hindia Belanda selain Albert Aalbers dan Henri Maclaine Pont.
Ia juga menjadi salah satu dosen arsitek Soekarno, Presiden Pertama Indonesia.
Dikutip dari Indonesia.go.id, Gandrung Loji awalnya menjadi tempat tinggal Johannes Augustinus Dezentje.
Ia adalah saudagar perkebunan gula dan tuan tanah ternama di Ampel, Boyolali yang hidup antara tahun 1797 hingga 1839.
Tinus, begitu Dezentje akrab disapa, adalah anak dari August Jan Caspar, seorang pejabat militer Kolonial Belanda terkenal yang saat itu punya hubungan baik dengan Keraton Kasunanan Surakarta.
Tinus membangun tempat tinggal besarnya itu pada 1830 atau setelah ia menikahi salah seorang anggota keluarga Keraton Kasunanan Surakarta bernama Raden Ayu Cokrokusumo.
Ia tak lain saudara perempuan Sunan Paku Buwono IV pada 1819.
Pernikahan dengan Raden Ayu Cokrokusumo adalah pernikahan kedua Tinus, pascakematian istri pertamanya, Johanna Dorothea Boode, pada 1816 yang meninggal saat melahirkan anak pertama mereka.
Desain bangunan rumah Tinus meniru bangunan-bangunan megah di Belanda. Yakni punya teras memanjang dan luas ditambah ukuran daun pintu dan jendela besar-besar serta langit-langitnya sangat tinggi.
Saat itu, tempat tinggal Tinus lebih mirip sebagai benteng dibandingkan sebuah rumah lantaran dikelilingi tembok tinggi dan pos penjagaan.
Untuk membedakannya dengan banteng, Tinus memperbanyak taman hijau dan teras rumah dipasangi seperangkat alat musik gamelan.
Baca juga: Bertemu Gibran di Loji Gandrung, Zulhas Ditraktir Makan Soto Gading dan Tengkleng
Timus pun kerap mengundang relasinya untuk berpesta di rumahnya.
Dalam Bahasa Jawa , gandrungan berarti tergila-gila atau menyukai.
Seiring berjalannya waktu, rumah Tinus itu dikenal juga sebagai Loji Gandrung. Kata loji sendiri artinya rumah besar, bagus, dan berdinding tembok dan aslinya berasal dari Bahasa Belanda, loge.
Ketika Jepang menduduki Surakarta, Loji Gadrung menjadi markas pusat pimpinan pasukan.
Bahkan Jenderal Gatot Subroto pernah memakai Loji Gandrung untuk menyusun strategi militer menghadapi Agresi Militer II Belanda bersama sekutu pada 1948-1949.
Baca juga: Loji Gandrung, Bangunan Berusia Lebih 100 Tahun yang Jadi Tempat Isoman Gibran
Saat itu, Gatot Subroto adalah gubernur militer untuk wilayah Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya.
Itulah sebabnya saat ini di halaman depan bangunan, tepat di atas kolam, terdapat patung Gatot Subroto.
Selain Gatot Subroto, Loji Gandrung juga pernah dimanfaatkan Komandan Brigade V, Letkol Slamet Riyadi untuk mempersiapkan Serang Umum pada 1949.
Kedua pahlawan nasional itu telah menjadikan Loji Gandrung sebagai pusat penyusunan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno juga pernah berkunjung dan menginap di sini.