KOMPAS.com - Wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kian menguat. Pemerintah pun disebut masih terus menggodok rencana tersebut hingga saat ini.
Gejolak ekonomi global yang menyebabkan inflasi di banyak negara turut menyeret harga minyak dunia ke arah yang lebih tinggi.
Kondisi itulah yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar.
Pasalnya, jika harga BBM bersubsidi tak dinaikkan, anggaran kompensasi dan subsidi energi akan semakin membebani APBN.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi tahun 2022 sebesar 502,4 triliun.
Baca juga: Kemana Kuota BBM untuk Kabupaten Pegunungan Arfak Papua Barat?
"Kami perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp 198 triliun, menjadi di atas Rp 502 triliun. Jadi nambah, kalau kita tidak menaikkan (harga) BBM, kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan," kata Sri Mulyani, dikutip dari money.kompas.com, Sabtu (27/8/2022).
Pengamat kebijakan publik sekaligus Wakil Rektor III Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Dr. Deden Ramdan M.Si, mengatakan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi tak bisa terelakkan.
Walaupun sangat berat, Deden mengatakan, kebijakan ini perlu diambil agar pemerintah dan rakyat dapat "berbagi" beban anggaran subsidi dan kompensasi energi tersebut.
Meski begitu, Deden mengingatkan, kenaikan harga BBM dapat diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya yang dapat memperberat beban masyarakat.
Apalagi, menurut Deden, kebanyakan pengguna Pertalite dan Solar merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Baca juga: Rencana Kenaikan Harga BBM Subsidi, Sopir Angkot di NTT: Tarif Penumpang Ikut Naik
"Oleh sebab itu, upaya pengendalian dari pemerintah, baik makro maupun mikro, tentu dibutuhkan karena efek kenaikan harga BBM bersubsidi akan membuat beban masyarakat menjadi lebih berat," kata Deden kepada Kompas.com, Jumat (26/8/2022).
Deden menambahkan, usai menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah melalui kementeriannya harus memonitor dan mengendalikan harga bahan-bahan pokok agar daya beli masyarakat tidak menurun.
Selain itu, Deden menuturkan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan efek kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap stabilitas politik.
"Mau tidak mau itu akan berimbas kepada sorotan masyarakat kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)," ucapnya.
Deden menjelaskan, tugas negara adalah mensejahterakan rakyatnya. Kenaikan harga BBM tentu bertolak belakang dengan spirit tersebut.
Baca juga: Konsumsi Meningkat, Pertamina Pastikan Pasokan BBM Subsidi di Sumbar Aman