AMBON, KOMPAS.com - Polisi akan segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana cadangan beras pemerintah (CBP) Kota Tual, Maluku, tahun 2017.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Maluku bersama Komisi Pemberantasan Kosupsi (KPK) dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah melaksanakan gelar perkara kasus itu di kantor Dit Reskrimsus Polda Maluku, Rabu (24/8/2022).
Hasilnya, kasus yang diduga menyeret Wali Kota Tual, Adam Rahayaan, itu telah memenuhi unsur alat bukti yang mengarah pada perbuatan melawan hukum.
Baca juga: Pohon Tumbang Tutup Badan Jalan di Maluku Tengah, Arus Lalu Lintas Terganggu
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Pol Harold Wilson Huwae mengatakan, berdasarkan hasil gelar perkara, penetapan tersangka dalam kasus tersebut akan dilakukan oleh Bareskrim Polri.
“Namun, apabila ada hambatan, maka kasus ini bisa diambil alih KPK, itu sudah dikoordinasikan," kata Harold kepada wartawan di kantor Dit Reskrimsus, Rabu (24/8/2022).
Dia menjelaskan, penetapan tersangka dalam kasus tersebut akan dilakukan Bareskrim Polri karena kasus itu menyeret nama kepala daerah.
Baca juga: Cerita Perpisahan Warga Desa di Maluku dengan Mahasiswa KKN UGM, Tangis Pecah di Bandara
“Kenapa ekspose tersangkanya di Bareskrim Polri karena kasus ini berkaitan dengan kepala daerah,” ujarnya.
Menurutnya, penyidik yang menangani kasus tersebut telah menemukan sejumlah alat bukti adanya perbuatan pidana dalam kasus tersebut. Sehingga, penetapan tersangka kasus itu tinggal diumumkan saja oleh Mabes Polri.
“Dari hasil gelar perkara tadi, secara bersama dengan KPK semuanya sudah terpenuhi. Alat bukti semuanya sudah terpenuhi. Tinggal nanti penetapan tersangka yang akan diumumkan di Bareskrim, tinggal diumumkan saja,” kata Harold.
Dugaan korupsi dana cadangan beras Pemerintah Kota Tual tersebut mulai diusut setelah dilaporkan oleh mantan Plt Wali Kota Tual, Hamid Rahayaan dan warga Tual, Dedy Lesmana, ke Bareskrim Polri pada 2018.
Setelah dilaporkan, penanganan kasus tersebut kemudian dilimpahkan Bareskrim Polri ke Dit Reskrimsus Polda Maluku.
Kasus itu dilaporkan karena ada indikasi korupsi penyaluran 199.920 kilogram beras. Sebab, masyarakat di Tual tidak pernah menerima beras tersebut.
Menurut Harold Huwae, dalam kasus itu negara dirugikan sebesar Rp 1,8 miliar.
Ia menegaskan bahwa kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan politik kepala daerah.
“Tidak ada kepentingan politik apapun, ini murni kasus hukum," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.