SRAGEN, KOMPAS.com-Lapangan sepak bola yang luas langsung menyambut siapa pun yang memasuki kawasan Pondok Pesantren Nurul Huda, Dukuh, Plosorejo, Gondang, Sragen, Jawa Tengah.
Di sebelah lapangan sepak bola, hamparan tanah sedang dikeraskan dan akan dibangun menjadi lapangan parkir.
Uniknya, semua pekerjanya adalah santri di ponpes itu. Mulai dari menguruk sawah, mengangkut pasir, mengaduk semen, dan pekerjaan pertukangan lainnya. Mereka mengerjakannya selepas belajar formal di sekolah.
“Uniknya pesantren ini adalah semua santrinya bisa mengoperasikan backhoe, bisa nukang,” seloroh Lurah Ponpes Nurul Huda Syaikhoni.
Baca juga: Paguyuban Sedap Malam Menghapus Stigma Negatif Transpuan
Di pesantren ini, kini tengah belajar 1.000-an orang santri dengan santri mukim 400 orang. Semua jenjang pendidikan, mulai dari TK sampai SMA ada di pesantren ini.
Uniknya, selain sekolah formal, pesantren ini mengajarkan kecakapan hidup alias life skill.
Santri belajar bertukang, bertani, masak, bengkel, ternak, dan sebagainya. Pesantren ini tak hanya punya sekolah, tetapi juga punya sawah, rumah makan, peternakan, kebun, penggilingan padi, rumah makan, bengkel, dan banyak lagi.
“Pokoknya lulus dari sini itu tidak boleh menyusahkan orangtua, kalau bisa bantu orangtua,” kata Pimpinan Ponpes Nurul Huda Syarif Hidayatullah yang akrab disapa Abah.
Tak hanya mengajarkan kecakapan hidup, pesantren ini juga mendidik santri untuk bertoleransi dan menerima perbedaan.
“Setiap ada haul pesantren, tamu datang banyak sekali, bahkan ada yang dari agama lain,” ujar Syaikhoni lagi.
Sri Riyanto atau akrab disapa Damen (44), pimpinan Paguyuban Sedap Malam mengaku anggotanya ada yang beragama non Islam. Namun, selama ini tidak ada masalah tampil di pesantren.
Baca juga: Ganjar Usulkan Perda untuk Sejajarkan Pesantren dengan Pendidikan Formal
Haul pesantren menjadi acara yang luar biasa besar dan ditunggu-tunggu. Pesantren mengundang berbagai kesenian tradisi seperti lengger Banyumas, gandrung Banyuwangi, wayang, jaipong, dangdut, wayang, dan masih banyak lagi.
Ini belum lagi tokoh-tokoh yang sengaja datang dan para politisi yang juga hadir. Mereka diberi panggung, dipersilakan berbicara di depan umum.
Pesantren bahkan mengundang komunitas kesenian transpuan seperti Paguyuban Sedap Malam untuk bermain sepak bola hiburan bersama para pemimpin kecamatan. Gayeng dan menghibur santri, keluarga santri, dan para tamu yang hadir.
Abah dan pesantrennya tidak takut dihujat karena berani mengundang kelompok yang sering tersisih dan terpinggirkan.
“Kami menerima semua golongan, tidak menghakimi,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.