PADANG, KOMPAS.com - Kasus dugaan mafia tanah kaum Maboet menghangat kembali setelah Polda Sumatera Barat mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP-3) kasus penipuan mafia tanah.
SP-3 tersebut dikeluarkan pada 10 Agustus 2022 dengan nomor B/2055/VIII/2022/Ditreskrimum.
Dalam kasus ini, empat orang menjadi tersangka. Mereka adalah Mamak Kepala Waris (MKW) kaum Maboet Lehar, M Yusuf, Yasri, dan Eko Posko.
Baca juga: SP3 Polisi Jadi Bukti Baru, Terpidana Kasus Mafia Tanah Maboet Padang Ajukan PK ke MA
Lehar meninggal dunia saat menjadi tahanan Polda Sumbar. M Yusuf dan Yasri dibebaskan dan Eko menjadi terpidana setelah divonis 3 tahun oleh Mahkamah Agung.
Berikut duduk perkara kasus mafia tanah kaum Maboet Padang:
Persoalan tanah kaum Maboet ini berawal dari adanya Landraad No 90 Tahun 1931 dan surat sita dari Pengadilan atas tanah 765 hektar di Koto Tangah, Padang, yang dimiliki kaum Maboet.
Putusan Landraad keluar setelah kaum Maboet digugat perusahaan Belanda. Pengadilan saat itu memenangkan kaum Maboet.
Tanah ulayat 765 hektar itu tercatat dalam Eigendom Verponding 1794 dan telah sita tahan oleh PN Padang sejak 2 Desember 1982.
MKW Lehar kemudian menggugat Yayasan Pendidikan Bung Hatta Padang dan sejumlah pihak yang menguasai tanah kaum Maboet seluas 765 hektar ini.
Baca juga: Kasus Mafia Tanah di Padang Dihentikan, tapi 1 Orang Masih Jalani Hukuman Penjara
Gugatan itu akhirnya dimenangkan Lehar di Pengadilan Negeri Padang pada Juni 2016.
Kemenangan Lehar di PN membuat polemik baru. Sebab, ternyata di atas tanah 765 hektar itu sudah bermunculan bangunan, seperti kampus, kantor pemerintahan, dan rumah warga.
Kasus kembali meruncing pada September 2017 ketika 5 orang pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Padang ditangkap polisi atas dugaan pemalsuan dokumen tanah kaum Maboet.
Kapolda Sumbar saat itu, Irjen Fakhrizal, mengakui telah menjadikan 5 orang pegawai BPN Padang menjadi tersangka.
"Bahkan, pihak kepolisian memenangkan gugatan praperadilan yang diajukan tersangka saat itu," kata Fakhrizal beberapa waktu lalu.
Namun, setelah dirinya pindah, kasus itu dihentikan (SP-3) oleh Kapolda Sumbar yang baru Irjen Toni Harmanto.