Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS DAERAH

Wujudkan Wonogiri Zero Stunting, Bupati Jekek Minta Komitmen Bersama Semua Pihak

Kompas.com - 10/08/2022, 15:08 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

Penyebab kenaikan prevalensi stunting

Sebelumnya, Wabup Wonogiri Setyo Sukarni selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Wonogiri melaporkan bahwa jumlah bawah lima tahun (balita) stunting pada 2021 sebanyak 4.917 anak dengan prevalensi 12,85 persen.

Data tersebut didapatkan dari Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Balita Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).

Data dari e-PPGBM pada 2021 menurun jika dibandingkan dengan 2020. Saat itu, jumlah balita penderita stunting sebanyak 5.135 anak dengan prevalensi 13,08 persen.

“Sedangkan perkembangan prevalensi stunting terakhir berdasarkan data penimbangan serentak pada Februari 2022 mencatat tren penurunan menjadi 12,13 persen dengan jumlah balita penderita stunting 4.733 anak,” ujar Jekek.

Baca juga: Bupati Arief Luncurkan Program Dashat untuk Tekan Angka Stunting di Blora

Sementara itu, lanjut dia, berdasarkan data hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, prevalensi stunting di Wonogiri sebesar 14 persen atau menurun dari hasil SSGBI sebelumnya di tahun 2019 sebesar 17,4 persen.

Sebaran kejadian stunting di Kabupaten Wonogiri tersebut, kata Jekek, terjadi di seluruh desa dan kelurahan.

“Berdasarkan hasil analisis situasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) serta penelitian dan pengembangan (litbang) Wonogiri 2022, terdapat 107 desa dan kelurahan menjadi fokus prioritas penanggulangan stunting pada 2023,” jelasnya.

Prioritas penanggulangan stunting pada 2023 itu, sebut dia, dibagi menjadi 19 desa dan kelurahan prioritas I, 53 desa dan kelurahan prioritas II, dan 35 desa dan kelurahan prioritas III.

Baca juga: Merokok Bisa Tingkatkan Prevalensi Stunting di Indonesia

Hasil analisis situasi kasus kejadian stunting, kata Jekek, menunjukkan fakta bahwa penyebab kenaikan jumlah dan prevalensi stunting karena rendahnya partisipasi orangtua balita untuk membawa anaknya ke pos pelayanan terpadu (posyandu).

Akibatnya, hak tersebut berpengaruh pada penurunan kapasitas pemantauan tumbuh kembang balita.

Faktor lainnya, imbuh dia, kurang perhatiannya keluarga terhadap pola asuh dan pola konsumsi pangan pada sasaran 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan remaja putri

Tak hanya itu, implementasi perilaku hidup bersih dan sehat yang belum optimal, penyakit komorbid pada balita, pernikahan usia dini, serta rendahnya beberapa cakupan layanan intervensi gizi spesifik dan sensitif menjadi faktor penyebab kenaikan jumlah stunting di Wonogiri.

Baca juga: Sorgum Sorice Inovasi IPB, Bisa Atasi Masalah Gizi Ganda di Indonesia

Kolaborasi dan sinergi

Untuk menurunkan angka prevalensi stunting di Wonogiri, Jekek mengatakan, semua pihak bisa saling berkolaborasi dalam pemanfaatan anggaran penurunan stunting.

Pemanfaatan anggaran tersebut, kata dia, baik dari pemerintah maupun nonpemerintah dan masyarakat sesuai dengan kewenangannya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com