Darson Rifai menjelaskan festival ini merupakan pertemuan masyarakat Jaton untuk silaturahmi sesama saudara dan melestarikan tradisi yang telah diwariskan leluhur mereka.
“Ini pertemuan kekeluargaan, anak-anak, remaja hingga orang tua berkumpul, setiap kontingen menyuguhkan atraksinya. Sehingga pertemuan ini lebih kepada pelestarian budaya Jaton dan menguatkan tali persatuan dan kesatuan,” kata Mansur Martam warga Jaton yang tinggal Boalemo.
Mansur menjelaskan seluruh peserta festival ini jauh hari telah menyiapkan diri dengan berlatih di daerah asalnya. Energi dan kebersamaan dalam menyintai budaya Jaton inilah yang disuguhkan dalam perlombaan di festival ini.
Baca juga: Tidi lo Tuhuo, Tarian Gorontalo yang Mengajarkan Budi Pekerti Kaum Remaja
Latihan ini merupakan pembinaan langsung yang diberikan orang tua kepada anak-anak muda Jaton, baik pria maupun wanitanya. Pembinaan ini juga berisi petuah-petuah, cerita sejarah, hingga dongeng.
Dengan cara inilah budaya jaton terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Hingga saat ini seni tradisi masih terawatt, saling mengunjungi sesama orang Jaton juga dilakukan pada kegiatan ini, mereka melepas kangen.
“Febujaton sejatinya adalah upaya pelestarian budaya, leluhur kami adalah prajurit Perang Jawa yang diasingkan ke Minahasa yang kemudian menikahi wanita Minahasa, menurunkan kami orang Jaton,” ujar Mansur Martam.
Keluarga Martam berasal anak cucu dari Kiyai Martam seorang pengikut setia Kiyai Mojo yang menikahi Lunsil Pingkan Sumarauw seorang gadis Minahasa.
“Saling maeleng-elengan wo matombol-tombolan (saling menasehati dan mengingatkan kebaikan),” kaat Said Banteng.
Said berasal dari keluarga Banteng merupakan keturunan Banteng Wareng, seorang pengikut Pangeran Diponegoro yang kembali ke Tondano, Sulawesi Utara setelah kematian sang pangeran di Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Mengapa Gorontalo Disebut Kota Serambi Madinah?
Darson Rifai menyebut berkumpulnya saudara-saudara Jaton ini merupakan kebahagiaan tersendiri. Puluhan rombongan yang membawa mobil pribadi dan bus ini diterima warga desa penuh gembira.
Ribuan tetamu luar daerah ini diinapkan di rumah-rumah warga, mereka menikmati keseharian keluarga tuan rumah. Bahkan konsumsi, panitia telah menyediakan bahan makanan seperti beras, sayur, dan ikan. Bahan pangan mentah ini dimasak oleh para tamu.
“Kamis sediakan beras, sayur dan ikan, selebihnya mereka sendiri yang memasak. Hal seperti ini juga terjadi di penyelenggaraan Fesbujaton sebelumnya,” ujar Darson Rifai.