MANOKWARI, KOMPAS.com - Ombudsman Perwakilan Papua Barat menilai sejumlah Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) yang telah ditetapkan oleh eksekutif dan legislatif berpotensi malaadministrasi.
Hal ini disampaikan Ketua Ombudsman Perwakilan Papua Barat, Musa Sombu di Manokwari, Jumat (5/8/2022).
Menurutnya sejumlah rancangan peraturan yang kemudian diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri itu patut dipertanyakan karena melewatkan sejumlah tahapan penting.
Baca juga: Polda Papua Barat Tangkap 7 Nelayan karena Membawa Bom Ikan di Perairan Sorong
"Kita tanya bagaimana prosesnya ke MRP (Majelis Rakyat Papua), lalu uji publik apakah sudah dilakukan," kata Sombu, Jumat.
Apabila proses itu tak dilakukan, maka rancangan perda itu berpotensi cacat formil.
"Sehingga ketika mau diimplementasikan banyak penolakan," ucapnya.
Sombu menuturkan, proses di Kemendagri dilakukan untuk sinkronisasi dengan peraturan di atasnya. Namun yang tak kalah penting, menurutnya, adalah sinkronisasi dengan pihak-pihak lain yang berkaitan.
"Ada sifatnya khusus, untuk kepentingan OAP (Orang Asli Papua). Kalau OAP sendiri tidak pernah dikonsultasi sebagai prosedur dalam pembuatan regulasi, bisa saja itu disebut sebagai malaadministrasi," jelas Sombu.
Baca juga: TNI AL Latihan Pendaratan Tempur di Lokasi Perang Dunia II, Pantai Warmenum Papua Barat
Ia berharap masyarakat sipil atau kelompok lain di Papua Barat bisa menyarakan hal tersebut.
"Di beberapa daerah, masyarakat sipil menyuarakan pembuatan regulasi, baik melalui gugatan atau pengaduan. Di Papua Barat belum ada pengaduan soal itu," ucapnya.
Pemerintah Provinsi Papua Barat dan DPRD Papua Barat diketahui telah menyetujui 21 raperda pada 19 Juli lalu.
21 raperda itu kemudian diserahkan ke Kemendagri untuk pembahasan lebih lanjut.
Sesuai urutan pembentukan perda, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan di Kemendagri, pengesahan, hingga pengundangan.
Baca juga: Raperda Janda Jadi Kontroversi, Ini Tanggapan Pakar Hukum
Wakil Ketua Badan Pembentukan Perda DPRD Papua Barat, Syamsudin Seknun dikonfirmasi terpisah mengatakan, Raperda yang ditetapkan itu sudah melalui proses panjang.
"Ini sudah melalui proses panjang, baik Raperda yang diusulkan oleh pemerintah maupun inisiatif dari DPR Papua Barat," kata Syamsudin.
Saat ini, 21 raperda itu tengah disinkronisasi dan konsultasi di Kemendagri.
"Konsultasi dilakukan sejak Jumat pekan lalu, baru 14 Raperda yang sudah masuk. Sisanya masih dalam tahapan," tuturnya.
Dari 14 Raperda yang sudah dikonsultasi di antaranya tentang kesehatan dan gizi, pemerintahan distrik, ASN, hingga bantuan operasional kepada perguruan tinggi swasta.
"Ada sekitar 14, saya tidak hafal detailnya," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.