Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buaya di Nunukan Diduga Kian Meningkat dan Semakin Mengganas, Begini Respons BKSDA

Kompas.com - 05/08/2022, 12:30 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Keberadaan buaya di hampir semua sungai dan perairan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kerap menjadi keluhan masyarakat.

Sejumlah buaya, tak jarang naik ke darat, dekat dengan permukiman penduduk dan memangsa hewan ternak.

Sejumlah laporan nelayan hilang di perbatasan Indonesia–Malaysia ini juga, beberapa kasus, akibat serangan buaya.

Baca juga: Seorang Pria Hilang Diterkam Buaya saat Memancing di Danau Tolire Ternate

Imbasnya, pencarian buaya dilakukan dengan pembantaian. Masyarakat setempat menangkap, lalu membedah perut buaya untuk menemukan keberadaan korban.

Merespons fenomena tersebut, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Berau, Kalimantan Timur, Dheny Mardiono, mengatakan BKSDA sudah membicarakan langkah penanggulangan bersama Pemkab Nunukan.

"Di antaranya, akan ada tempat transit, sejenis penangkaran kecil untuk buaya sementara waktu di Nunukan. Buaya akan diletakkan di sana, sampai ada jadwal pengangkutan untuk dipindah ke penangkaran buaya di Kota Tarakan," ujarnya, Rabu (3/8/2022).

Tempat transit buaya tersebut, tidak perlu berukuran besar. Cukup dengan bak semen ukuran 4x8 meter, yang sekiranya layak menjadi lokasi tinggal buaya sementara waktu.

"Jadi buaya yang dievakuasi Petugas Damkar, atau ditangkap masyarakat, diikat semalam lalu besok dilepasliarkan lagi, sementara ditempatkan di tempat transit itu. toh waktunya tidak lama, dan akan kita pindahkan ke Penangkaran di Tarakan," lanjutnya.

Sementara ini, langkah yang paling memungkinkan, adalah melakukan sosialisasi dan memasang plang peringatan di titik titik yang menjadi lokasi habitat buaya.

Baca juga: Kasus Buaya Memangsa Manusia di Kaltara Dibalas Pembantaian, Ini Respons BKSDA

Papan peringatan, dimaksudkan sebagai pengingat dan warning, agar warga atau nelayan, sebisa mungkin tidak beraktivitas di lokasi yang terdapat habitat buaya.

BKSDA juga merekomendasikan untuk penetapan satwa buru. Habitat buaya akan diinventarisasi, dipetakan oleh Badan Riset, sehingga populasi lebih terkontrol.

"Pemkab Nunukan bersama BKSDA akan bersurat untuk upaya penetapan satwa buru, manakala persaratan terpenuhi. Misalnya, populasi meningkat. Kita akan mencoba ke arah sana," tegasnya.

Menjawab fenomena buaya di Nunukan yang seakan kian mengganas dan kerap memakan korban. Sehingga diburu dan dibunuh untuk mengambil jasad korban dalam perut buaya, Dheny mengaku, hal tersebut sangat dilematis.

Baca juga: Viral, Video Petugas Damkar Evakuasi Buaya di Jaksel, Bagaimana Kronologinya?

Satu sisi, buaya merupakan satwa yang dilindungi, sisi lain, keluarga korban butuh jasadnya untuk dimakamkan secara layak.

Yang perlu menjadi catatan, kata Dheny, biasanya, buaya akan menunjukkan perubahan perilaku, atau mengganas ketika memasuki musim kawin. Musim tersebut, biasanya terjadi pada Juni dan Juli.

Kemungkinan lain, buaya yang tadinya mendiami perairan dengan populasi mangsa mudah, kini terpaksa mencari perairan lain yang biasanya terdapat banyak udang dan ikan.

"Biasanya, lokasi tersebut menjadi lokasi favorit nelayan mencari ikan. Dan akhirnya terjadi rumus rantai makanan itu. faktor perburuan babi hutan dan payau/rusa, mengurangi populasi mangsa. Dan mengakibatkan pindahnya buaya serta memicu perubahan perilaku itu," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com