Dalam perundingan tersebut, delegasi dari Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan R Abdulkadir Wijayoatmojo dipilih menjadi ketua delegasi dari Belanda.
Hasil perundingan Renville adalah:
Namun, Belanda kembali melanggar perundingan dengan melancarkan Agresi Militer II.
Perundingan Roem-Royen diadakan karena Belanda kembali melanggar Perjanjian Renville.
Belanda melancarkan Agresi Militer II yang memaksa berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukitting, Sumatera Barat. Pendirian pemerintah darurat itu berada di bawah komado dari Syafruddin Prawiranegara.
Karena tindakannya tersebut, Belanda kembali mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional.
Perundingan diadakan kembali yang bernama Perundingan Roem-Royen. Perundingan digelar pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta.
Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda
Ketua delegasi dari Indonesia adalah Mr Moh Roem, sedangkan ketua delegasi dari Belanda adalah Dr JH Van Royen.
Merle Cochran dari UNCI sebagai mediator dalam perundingan Roem-Royen ini. Hasil Perundingan Roem-Royen adalah:
Konferensi Inter-Indonensia diadakan sebelum Konferensi Meja Bundar.
Konferensi ini dihadiri oleh RI dan BFO (Bijeenkomst voor Fereral Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal yang terdiri dari negara-negara boneka buatan Belanda.
Perundingan diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 kemudian dilanjutkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 1949.
Hasil perundingan adalah negara yang dibentuk bernama RIS, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) merupakan angkatan perang nasional, dan TNI menjadi inti APRIS.
Sesuai dengan Perundingan Roem-Royen bahwa Konferensi Meja Bundar (KMB) akan segera dilakukan.
Baca juga: Tokoh-tokoh dalam Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar diadakan di Den Haag, Belanda, konferensi berlangsung pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949.