KOMPAS.com - Tari primitif merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia.
Tari Primitif berkembang di sejumlah daerah dari Pulau Sumatera hingga Pulau Papua.
Perkembangan tarian primitif terjadi pada masa primitif atau sebelum masyarakat memiliki peradaban. Bentuk tarian lebih sederhana.
Meski muncul sebelum peradaban, beberapa tari primitif masih dikenal hingga kini.
Masa primitif merupakan zaman prasejarah, yakni masa sebelum kerajaan sehingga belum memiliki pemimpin formal.
Tari primitif adalah tari yang berkembang pada masa masyarakat primitif yang belum memiliki peradaban.
Salah satu perkembangan periodesisasi seni tari yaitu sekitar 20.000 SM hingga 400 M, masa tersebut disebut periodisasi primitif.
Pada zaman masyarakat primitif terbagi menjadi dua zaman, yaitu zaman batu dan zaman logam.
Pada zaman batu tarian hanya diiringi dengan sorak sorai dan tepuk tangan. Sedangkan pada zaman logam sudah ditemukan instrumen musik berupa nekara.
Baca juga: Tari Tor-Tor Massal, Daya Tarik Festival Danau Toba
Nekara adalah suatu alat seperti tambur besar yang bentuknya seperti dandang terbalik atau ditelungkupkan.
Nekara banyak terdapat di Jawa, Sumatera, Bali, Pulau Sumbawa, Pulau Roti, Pulau Leti, serta Pulau Slear.
Dalam lukisan-lukisan yang terdapat dalam nekara terdapat gambar penari yang di bagian atasnya dihiasi bulu-bulu burung dan daun-daunan.
Saat itu, seni muncul sebagai ungkapan perasaan ekspresi manusia atas suasana tertentu.
Lonjakan kegembiraan maupun lompatan manusia purba saat berburu binatang merupakan ekspresi yang disusun dalam bentuk tarian.
Tari primitif merupakan tarian yang berkembang di daerah yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.