MATARAM, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) menemukan kasus malaadministrasi di lingkungan Unit Layanan Paspor (ULP) di Kabupaten Lombok Timur.
Berdasarkan investigasi Ombudsman NTB selama Juni hingga Juli 2022, terdapat praktik percaloan di ULP Lombok Timur.
Baca juga: Ratusan Lansia di Lombok Timur Ikuti Operasi Katarak Gratis Dana Kemanusiaan Kompas
Pemohon yang mengurus dokumen lewat calo mendapat perlakuan berbeda dengan warga yang mengurus paspor secara mandiri.
"ULP memberikan layanan secara berbeda perlakukan kepada pemohon yang melalui calo, yang mana pemohon melalui calo tidak perlu antre dapat langsung dilakukan pengambilan foto, sidik jari tanpa melalui wawancara," kata Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman NTB Arya Wiguna, Selasa (2/8/2022).
Ombudsman menemukan, pelayanan ULP Lombok Timur kepada para calo dilakukan di luar jam resmi operasional, pukul 06.00 Wita.
Saat itu, Kantor ULP Lombok Timur masih sepi. Para pemohon yang menggunakan jasa calo itu dilayani oleh satu atau dua petugas ULP Lombok Timur.
"Pemohon yang mengurus paspor melalui calo dilayani pukul 06.00 pagi, bahkan yang membuka gerbang ULP itu para calo," kata Arya.
Ombudsman NTB juga melihat sejumlah calo leluasa keluar masuk kantor dan ruangan di ULP Lombok Timur. Mereka bisa menemui petugas secara langsung.
Menurut Arya, para calo mematok tarif sebesar Rp 2,5 juta untuk pengurusan satu paspor. Harga itu jauh di atas tarif resmi yang ditetapkan pemerintah, Rp 350.000 untuk paspor biasa berjumlah 48 halaman.
Ombudsman NTB menilai tindakan itu merusak standar operasional prosedur.
"ULP bersama-sama dengan calo memberikan kemudahan dalam pelayanan, yang mana pemohon yang membayar biaya lebih besar sebesar Rp 2,5 juta kepada calo memperoleh layanan lebih cepat tanpa harus mengikuti antrean," kata Arya.
Ombdusman NTB melihat praktik percaloan ini membuka ruang bagi para pekerja migran ilegal. Praktik itu bertahan karena pelayanan yang buruk di ULP Imigrasi.
"Membuka ruang bagi buruh migran non-prosedural, karena kondisi kemudahan mengurus paspor melalui calo dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mengirim orang bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedur dengan motif wisata, ibadah (umrah), kunjungan keluarga, dan melanjutkan studi," ungkap Arya.
Arya menduga, para calo memiliki jaringan kuat dengan petugas pelayanan di ULP Lombok Timur. Para calon, kata dia, memiliki jatah delapan pemohon per hari.
"Para calo ini memiliki jaringan-jaringan, informasi yang kami dapatkan dari seorang calo, mereka memiliki jatah 8 orang untuk per harinya," kata Arya.