Ir. Soekarno dan keluarganya diberangkatkan dari Surabaya menuju Flores dengan kapal barang KM van Riebeeck.
Di rumah pengasingan yang terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja, Ende, Flores, beliau tinggal selama empat tahun.
Di tempat ini pula Bung Karno disebut sempat menggali pemikiran tentang dasar negara yang kemudian dirumuskan oleh Panitia Sembilan menjadi Pancasila.
Pada tanggal 18 Oktober 1938 Bung Karno dipindah dari pengasingannya di Ende ke Bengkulu.
Di Kota Bengkulu, Bung Karno ditempatkan di sebuah rumah yang awalnya adalah tempat tinggal pengusaha yang bernama Tan Eng Cian.
Tan Eng Cian merupakan pedagang yang menyuplai bahan pokok untuk kebutuhan pemerintahan kolonial Belanda.
Di rumah yang berjarak sekitar 1,6 km dari Benteng Marlborough itu, Bung Karno diasingkan dari tahun 1938 hingga tahun 1942.
Selama pengasingannya rumah tersebut dipergunakan Bung Karno untuk melakukan aktivitas baik politik, kesenian dan keorganisasian.
Berastagi, Karo, Sumatera Utara, menjadi salah satu lokasi pengasingan Bung Karno saat terjadi konflik Indonesia-Belanda.
Agresi Militer Belanda II menyebabkan para tokoh bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya ditangkap dan diasingkan.
Rumah pengasingan di Berastagi sendiri ditempati Soekarno mulai 22 Desember 1948, selama 12 hari.
Bung Karno kemudian sempat dipindahkan pengasingannya ke Kota Parapat di tepian Danau Toba, hingga ke Muntok di Pulau Bangka.
Bung Karno sempat dipindah pengasingannya ke Kota Parapat, Simalungun, Sumatera Utara pada 4 Januari 1949.
Di pengasingan ini bung Karno tidak sendirian, namun bersama rekan seperjuangannya yaitu Haji Agus Salim dan Sutan Sjahrir.
Selama di pengasingan tersebut, Bung Karno mendapat pengawasan ketat dari tentara Belanda.
Bung Karno sempat diasingkan di Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, tepatnya di pesanggrahan Menumbing pada periode 1948-1949.
Wilayah Bangka Barat dipilih Belanda karena adanya industri timah yang sudah maju ketika itu.
Bangka Barat juga menjadi salah satu basis kekuatan Belanda dengan adanya lapangan terbang dan pelabuhan laut di Muntok.
Sumber:
cagarbudaya.kemdikbud.go.id-1
cagarbudaya.kemdikbud.go.id-2
bandung.go.id
tribunnewswiki.com
m.tribunnews.com
medan.tribunnews.com
intisari.grid.id
regional.kompas.com