Bagi Joko yang terpenting adalah membawa pulang pasir timah dan mendapatkan uang untuk biaya hidup sehari-hari.
Sebagai seorang ayah, Joko berharap, anaknya bisa mengenyam pendidikan yang lebih baik.
Sehingga bisa melakoni pekerjaan yang tidak berisiko tinggi seperti sang ayah.
"Zaman sekarang mau kerja apa lagi. Mudah-mudahan anak-anak bisa lebih baik," ujar Joko.
Baca juga: Dirjen Minerba Sebut Timah Buat Ribuan Hektar Lahan di Babel Berstatus Kritis
Saat berada di dasar laut, kata Joko, Ia hanya mengandalkan insting, mengarahkan selang untuk menyedot pasir timah.
Ada kalanya ia harus menggunakan rompi pemberat agar tidak terombang-ambing.
Meskipun arus di bawah laut relatif lebih tenang dibandingkan permukaan.
"Kadang kita harus berjalan di dasar laut mengarahkan selang, jadi jangan sampai melayang naik ke permukaan," ujar Joko membeberkan alasan menggunakan rompi pemberat.
Penambang selam lainnya, Ali Pelaben (50) mengatakan, pekerjaan berisiko dengan taruhan nyawa tersebut terpaksa dilakoni karena tidak memiliki pekerjaan lain.
Baca juga: Penambang Timah di Bangka Tewas Tersangkut Baling-baling Kapal
Ali mengaku telah berkeliling ke sejumlah daerah sebagai pekerja bangunan. Namun akhirnya terdampar di Bangka dan menikah. Ia kemudian melakoni pekerjaan sebagai penambang timah selam.
Beruntung, Ali memiliki ponton tambang sendiri. Sehingga Ia bisa mempekerjakan orang lain jika merasa cukup lelah.
"Kalau pekerja lagi kosong, saya sendiri masih turun menyelam. Mau bagaimana lagi karena ini pekerjaan kita," ujar Ali.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.