BANGKA, KOMPAS.com- Joko Tingkir (36) tiba di camp penambangan timah, Pantai Batu Atap, Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, sekitar pukul 16.00 WIB.
Dia disambut istri dan anaknya di depan pintu pondok.
Hari itu ada sekitar 6 kilogram pasir timah yang bisa dibawanya pulang. Pasir timah yang masih basah itu tersimpan dalam sebuah mangkok plastik.
"Alhamdulillah. Hari ini dapat enam kilogram," kata Joko Tingkir kepada Kompas.com, Minggu (31/7/2022).
Baca juga: Kisah Penambang Timah Selam di Bangka, Bekerja Tergantung Angin Musim
Pasir timah basah dijual pada pedagang pengumpul senilai Rp 130.000 per kilogram.
Jika penambang mendapatkan 6 kilogram, maka uang hasil penjualan sebesar Rp 780.000 per hari.
Namun uang tersebut tidak dinikmati untuk satu penambang.
Selain Joko Tingkor, ada tiga pekerja lainnya di ponton tambang yang sama.
Uang dibagi penambang setelah dikeluarkan biaya bahan bakar solar dan operasional Rp 360.000. Artinya tersisa Rp 420.000 yang kemudian dibagi empat oleh penambang.
Baca juga: Kala Hidup Sopir Mobil Rental di Babel Ikut Tergantung dengan Tambang Timah
Jika ponton tambang milik pihak lain, maka uang Rp 420.000 dibagi 50 persen untuk pemilik ponton dan 50 persen sisanya dibagi untuk empat penambang.
Tidak jarang, para penambang hanya membawa pulang uang Rp 30.000 hingga Rp 50.000 setelah bekerja seharian.