MANOKWARI, KOMPAS.com - Nelayan di Kompleks Borobudur, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, mengeluh tentang minimnya kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di Sentra Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang berlokasi di samping Pasar Ikan Sanggeng.
Nelayan menjadi tidak maksimal melaut karena keterbatasan BBM. Sebab, jumlah nelayan yang cukup banyak hanya dilayani di SPBN tersebut. Belum lagi, ada pengguna tangki modifikasi yang mengantre BBM untuk diecer.
"Kami terpaksa dalam satu pekan melaut satu kali. Biasanya satu pekan tiga kali kami melaut," kata La Ode Rahimin, nelayan di Kompleks Borobudur, Minggu (31/7/2022).
Baca juga: 33 Kendaraan di Manokwari Ditertibkan karena Melanggar Antre Solar Subsidi
Untuk menyiasati keterbatasan BBM, Rahimin terpaksa membeli BBM di pengecer dengan harga Rp 11.000 per liter, harga yang lebih mahal dibandingkan dengan membeli di SPBN.
"Kebutuhan kami untuk sekali melaut sekitar 150 liter, itu sudah pulang pergi," kata Rahimin yang kerap memancing ikan tuna di lepas pantai Manokwari.
Rahimin merupakan nelayan yang menjadi korban kebakaran pada 30 September 2021. Ia terpaksa harus membayar kos dengan berharap penghasilan saat melaut.
Baca juga: Cabuli Anak Usia 6 Tahun, Nelayan di Mataram Ditangkap
La Masi J Baadila, nelayan yang lain, juga mengeluhkan hal yang sama. Baadila terpaksa bertahan menjadi nelayan di tengah keterbatasan.
"Karena pekerjaan kami nelayan, kami tidak jauh dari pantai. Tetapi karena minimnya BBM terpaksa kami sekali melaut dalam satu pekan, jika kami dapat BBM," jelasnya.
Ia berharap pemerintah dan instansi terkait memperhatikan persoalan BBM subsidi bagi nelayan.
"Hanya satu SPBN, itu pun dikendalikan oleh para pengencer BBM dengan menggunakan kendaraan tangki modifikasi yang ngantre sehingga kuota BBM subsidi bagi kami tidak tersentuh," jelasnya.