Menurut Daniel, mendaftarkan CFW ke dalam kelas 25 tidak dilakukan secara gratis. Ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp 1,8 juta.
"Karena saya memang tergerak untuk menyuarakan ya sudah saya daftarkan saja. Terus konsen saya bukan menguasai merek itu, bukan. Konsen saya lebih membuat keviralan atau kefenomenalan CFW biar sustainable. Biar jangan sampai kasus-kasus sebelumnya kalau viralnya mendadak hilangnya mendadak," terang dia.
Dia mengatakan, CFW bisa menjadi upaya memperkenalkan produk lokal dan budaya lokal.
Oleh karena itu, pria yang merupakan orang ketiga yang mendaftarkan CFW ke Kemenkumham ini ingin ikut mengembangkan produk lokal, yakni pakaian.
Dirinya ingin mengonversi pakaian yang dipakai dalam ajang CFW tersebut ke dalam pakaian virtual melalui metaverse tanpa membuat brand baru. Sehingga, masyarakat luas bisa mengakses bahkan melakukan peragaan fashion show melalui virtual.
Baca juga: Dibakar Saudaranya Sendiri, Warga Sukoharjo Meninggal Usai Jalani Perawatan
"Jadi nanti saya dan tim akan ke Jakarta ke areal Sudirman saya akan memfoto anak-anak CFW di sana. Pakaian itu akan saya konversi style-nya mereka jadi virtual. Baru bisa mereka pamerkan di metaverse yang saya buat," kata dia.
Melalui aplikasi itu, semua masyarakat tidak hanya di Indonesia, tetapi seluruh dunia bisa mengakses pakaian atau peragaan busana CFW secara virtual.
"Kalau lewat metaverse ini ruang lingkupnya tidak terbatas. Yang akses bukan hanya orang-orang ada di daerah sekitar. Dari luar negeri yang penasaran dia bisa masuk ke galeri metaverse bisa lihat produk CFW seperti apa," ungkap Daniel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.