BENGKULU, KOMPAS.com - Puluhan perempuan di Desa Pasar Seluma, Kecamatan Seluma Selatan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, menduduki perusahaan tambang PT Faminglevto Bakti Abadi (FBA), Jumat (29/7/2022) pukul 16.00 WIB.
Para perempuan itu memprotes perusahaan karena tetap beroperasi.
Padahal menurut warga, berdasarkan rapat bersama Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, pembahasan tim evaluasi menemukan masih ada kelengkapan perizinan perusahaan yang belum lengkap.
"Kami dalam beberapa hari ini memantau kegiatan tambang sementara surat dari gubernur ke kementerian ESDM agar izin perusahaan dicabut. Namun tambang masih beroperasi," kata Zemisipantri, perwakilan perempuan yang menggelar aksi bermalam, Jumat (29/7/2022).
Baca juga: Tambang Timah Ilegal di Pangkalpinang Digerebek, Oknum PNS dan Wartawan Ditangkap
"Kami heran mengapa perusahaan berani mengangkangi hasil pertemuan dengan gubernur. Maka kami putuskan untuk menduduki bermalam di lokasi tambang," tambah dia.
Sebelumnya, Pemprov Bengkulu melakukan survei tanggal 7 Juli 2022, ditemukan sejumlah pelanggaran termasuk belum lengkapnya dokumen perusahaan.
Selanjutnya, 21 Juli 2022 difasilitasi Pemprov Bengkulu, warga dan perusahaan bertemu melakukan sinkronisasi.
Hasil sinkronisasi, gubernur mengirimkan surat rekomendasi ke Kementerian ESDM pada 22 Juli 2022 agar izin perusahaan dicabut. Namun pantauan warga perusahaan tetap beroperasi.
"Tindakan PT FBA yang tetap beraktivitas menunjukan bahwa pertambangan pasir besi ini tidak menghormati dan mengabaikan kebijakan Gubernur Bengkulu dan Bupati Seluma yang dipilih rakyat," tambah Zemi.
Warga menyatakan akan menduduki lokasi tambang dan berencana untuk menginap di lokasi tambang untuk memastikan PT FBA berhenti beraktivitas sampai dengan keluarnya keputusan dari Kementerian ESDM RI.
Konflik masyarakat tolak tambang telah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir. Warga menolak aktivitas pertambangan pasir besi dengan alasan mengancam lingkungan serta kelengkapan izin perusahaan masih dipertanyakan.
Baca juga: Tambang Emas di Solok Selatan Longsor, 3 Warga Tewas Tertimbun
Warga menyatakan menolak tambang pasir besi terjadi sejak tahun 1972 atau 1973. Kemudian tahun 2010 sampai sekarang, kembali ada penolakan.
Penolakan terjadi karena adanya kesadaran akan dampak pertambangan pasir besi terhadap ruang hidup rakyat.
Wilayah yang akan dieksploitasi oleh pertambangan Pasir Besi PT Faminglevto Baktiabadi seluas 164 hektar, di mana seluas 350 meter mengarah ke arah laut dan 350 meter mengarah ke daratan dari garis pantai pesisir barat Kabupaten Seluma.
Hal ini tentu akan menambah ancaman nyata terhadap ruang hidup rakyat, karena secara administrasi, wilayah ini di kategorikan rawan bencana oleh BPBD Provinsi Bengkulu.