Iring-iringan ini dilakukan pada malam hari dengan tujuan memperoleh ketentraman batin dan keselamatan. Selama kirab berlangsung, peserta melakukan Tapa Bisu atau mengunci mulut, yakni tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama ritual ini berlangsung.
Tapa Bisu semacam refleksi diri atas apa yang sudah dilakukan selama setahun penuh, serta persiapan menghadapi tahun baru keesokan harinya.
Pada malam satu Suro juga kerap diisi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir dalam perayaan itu. Tujuannya untuk mendapatkan keberkahan hidup dan menangkal datanganya marabahaya.
Berbeda dengan Jawa, tradisi Sunda tidak mengenal peringatan malam satu Suro.
Budayawan Sunda yang juga anggota DPR RI Dedi Mulyadi menjelaskan, memang tradisi Tahun Baru Islam di masyarakat Sunda terpengaruhi oleh tradisi Jawa.
Hanya saja, masyarakat Sunda tidak mengenal Malam Satu Suro, melainkan 10 Muharram.
"Tapi kalau Satu Suro tidak ada tradisinya. Kalau 1 Muharram, yang kental tradisi ya pada tanggal 10 Muharram. Cerita orang Sunda mah ya tentang Imam Hasan dan Husein, putra Ali bin Abi Thalib, sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW.
"Makanya dalam khazanah kehidupan masyarakat Islam Sunda, nama Sayydina Ali sangat melekat dalam mitologi tahun baru Islam," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Jumat (29/7/2022).
Sementara amalan pada bulan Muharram, Dedi mengatakan hampir sama dengan masyarakat Jawa. Hanya saja tanggal pelaksanannya berbeda.
Dalam masyarakat Sunda, amalan dilaksanakan pada 10 Muharram berupa puasa dan tirakat.
"Lebih fokus 10 Muharram, sehingga orang sunda sama dengan Jawa, kalau peringatan itu selalu identik dengan tirakat," kata Dedi.
"Selain itu, masyarakat Sunda biasanya ngabubur beureum bodas (buat bubur merah dan putih). Maknanya darah dan kesucian," ujar Dedi.
Baca juga: Oknum Polisi dan TNI Terlibat Perkelahian di Fakfak, Diduga Masalah Asmara dan Berakhir Damai
Pendapat Dedi diperkuat oleh sebuah penelitian berjudul "Tradisi Bubur Suro 10 Muharam: Makna Pemeliharaan Tradisi terhadap Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Pamulihan Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang" karya Siti Anisa Dedi tahun 2014 yang diterbitkan oleh Digital Library UIN Sunan Gunung Djati.
Menurut Siti, masyarakat Sunda memiliki tradisi Bubur Suro pada 10 Muharram. Tradisi ini sudah turun temurun dan sebagai warisan leluhur Sunda Islam. Hal itu sebagaimana biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Pamulihan, Sumedang.
Sumber: petabudaya.belajar.kemdkbud.go.id dan digilib.uinsgd.ac.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.