KOMPAS.com - Upaya mencari bukti-bukti baru terkait kematian Brigadir J terus dilakukan.
Salah satunya dengan menggelar otopsi ulang jenazah Brigadir J, Rabu (27/7/2022). Tim forensik akui bahwa proses otopsi ulang lebih rumit daripada otopsi jenazah baru.
"Namun kalau sudah diotopsi pertama, kemudian diotopsi lagi, bisa jadi organ sudah tidak tersusun rapi. Dan untuk mencari arah proyektil (peluru) akan lebih rumit," kata Ketua tim dokter forensik, Ade Firmansyah Sugiharto, Rabu (27/7/2022).
Baca juga: Hasil Otopsi Ulang Jadi Patokan Penyidikan, Ayah Brigadir J: Apapun Hasilnya Kita Berlapang Dada
Sementara itu, psikolog forensik dari Unversitas Gadjah Mada (UGM) Arif Nurcahyo, menjelaskan, tujuan otopsi ulang adalah melengkapi dan menjadi pembanding dari hasil otopsi sebelumnya.
Baca juga: Keluarga Tunjuk 2 Anggota Keluarga Awasi Langsung Otopsi Brigadir J
"Prinsip otopsi ulang sebenarnya adalah melengkapi otopsi yang sudah dilakukan sebelumnya atau sebagai pembanding. Makanya, tim yg melakukan otopsi ulang berbeda dengan tim sebelumnya," kata Arif kepada Kompas.com, Rabu (27/7/2022).
Dalam kasus kematian Brigadir J, kata Arif, pelaksanaan otopsi ulang juga merupakan bukti dari komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menerapkan pendekatan scientific crime investigation (SCI).
"Selain melengkapi pembuktian terhadap penyidikan kasus hilangnya nyawa Brigadir J, pendekatan scientific crime investigation adalah sebagai jawaban terhadap dinamika perkembangan kasus polisi menembak polisi dan berbagai opini masyarakat," katanya.
Harapannya, dengan pendekatan SCI itu, hasil identifikasi korban akan lebih detail, ilmiah dan akurat.