JAYAPURA, KOMPAS.com- Ribuan koleksi benda seni dan budaya mengenai masyarakat Papua tersimpan rapi di Museum Loka Budaya di Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen), Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua.
Museum tersebut disebut sebagai museum tertua di tanah Papua.
Berdiri tahun 1970, museum diresmikan secara langsung oleh Direktur UP dan Dirjen P&K pada masa Orde Baru, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra pada 1 Oktober 1973.
Baca juga: Kisah Antoneta Okoka, Anak Nelayan Papua yang Jadi Siswa Terbaik Prajurit TNI AL
Pengelola Museum Loka Budaya di Papua, Hendriko Kondologit mengungkapkan, ada 2.000 koleksi benda tentang kehidupan orang Papua di museum ini.
“Yang terpamerkan di dalam museum ada sekitar 1.000 lebih benda material yang mengambarkan kehidupan Orang Asli Papua (OAP),” ungkapnya kepada Kompas.com.
Ribuan koleksi material ini, kata Hendriko, berasal dari berbagai macam suku-suku yang ada di Papua.
Termasuk ada juga benda-benda budaya yang dari negara tetangga Papua New Guinea (PNG).
Baca juga: Polisi Ungkap Modus Sindikat Pencuri Motor di Papua, Pakai Kabel untuk Menyalakan Kendaraan
“Benda-benda material yang dikoleksi oleh museum tertua ini setidaknya memberikan pemahaman kepada peserta tentang keragaman jenis benda-benda kebudayaan material yang dimiliki, baik peralatan hidup, peralatan makan, peralatan transportasi, peralatan menangkap ikan dan peralatan religi atau kepercayaan, termasuk peralatan musik,” jelas dia.
Baca juga: Sindikat Curanmor di Papua Ditangkap, 2 Pelaku Terjaring Saat Razia di Jalan Trans Jayapura-Wamena
Di museum ini terdapat peralatan musik dari berbagai suku yang ada di Papua, seperti tifa, terompet, stand bass, dan berbagai peralatan musik lainnya.
Hendriko yang juga merupakan Dosen Antropologi Universitas Cenderawasih mengemukakan, ada peralatan budaya lain yang dapat menghasilkan bunyi atau suara. Benda-benda ini memiliki korelasi dengan musik.
Menurut Hendriko, benda-benda budaya yang dapat menciptakan suara seperti koteka dan ikat pinggang yang dimiliki oleh Suku Walsa di Waris.
Ketika digerakan, benda-benda tersebut akan menimbulkan suara. Begitu pula dengan benda budaya yang ada di daerah Wagete Paniai.
“Ini benda-benda budaya yang digunakan oleh masyarakat Papua di daerah-daerah tertentu yang ketika digunakan akan menciptakan suara atau bunyi, sehingga bisa menciptakan musik,” tuturnya.
Baca juga: Saat Kapolda Papua Barat Terima Senjata Api yang Dijadikan Maskawin oleh Warga...
Tak hanya itu, Hendriko menambahkan, di museum ini terdapat bermacam-macam koleksi benda budaya milik orang Papua.
Seperti peralatan perang yakni tombak, tulang kasuari, perisai dan lain sebagainya.
Selain itu, ada peralatan benda yang biasa digunakan untuk pembayaran maskawin dari berbagai suku di Papua, misalnya kapak batu, gelang dan kalung dari taring babi atau kasuari, kain timur, piring gantung.
“Museum ini menyimpan beragam benda budaya yang sangat melekat dengan kehidupan orang Papua, seperti benda-benda untuk pembayaran maskawin dan benda-benda yang digunakan untuk peralatan perang,” ujarnya.
Baca juga: Kumpulkan Data Penyandang Disabilitas di 29 Kabupaten/Kota, KPU Papua: Memang Belum Akurat
Di dalam museum ini terdapat beberapa tengkorak kepala manusia yang masih tersimpan.
Ada kurang lebih empat tengkorak kepala manusia yang menjadi koleksi.
Dia menyebutkan bahwa tengkorak kemenangan atau musuh, dahulu pada umumnya digantung secara berkelompok di pintu masuk rumah keluarga.
"Semua tulang rahang bekas kepala musuh selalu dibuang dan diberikan kepada perempuan yang digunakan sebagai gantungan kalungnya," kata Hendriko.
Baca juga: Ajudan Bupati Mamberamo Tengah Menyerahkan Diri ke Propam Polda Papua
Menurut Hendriko, tengkorak di beberapa desa atau kampung dicat dengan warna merah, putih, dan hitam dengan simbol kasuari di dahinya.
Mata dan lubang hitung tengkorak-tengkorak ini diisi dengan lilin lebah dan disisipi dengan biji perunggu dan biji abrus merah, serta sedikit kerang.
Beberapa koleksi tengkorak ini kini menjadi salah satu benda budaya yang tersimpan di museum tertua tersebut.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Sulteng, Sultra, Maluku, Malut, Papua, dan Papua Barat 27 Juli 2022
Museum tertua ini berada di lokasi yang sangat strategis.
Tak heran jika setiap hari ada saja kunjungan dari berbagai pihak untuk melihat langsung ribuan koleksi budaya yang terpampang.
Ada pengunjung yang berasal dari masyarakat lokal di Papua.
Ada pula para wisatawan dalam negeri maupun luar negeri. Tak hanya itu, para peneliti juga sering mengunjungi museum yang telah berdiri sejak 52 tahun silam ini.
Baca juga: Wamendagri Apresiasi Berbagai Pihak atas Dukungan terhadap Pembentukan Provinsi Papua Tengah
Beberapa minggu lalu, 14 musisi muda Indonesia dari berbagai provinsi mengunjungi museum.
Mereka merasa kagum dengan ribuan koleksi benda budaya milik masyarakat Papua yang masih dirawat dan terjaga dengan baik.
Halida Bunga Fisandra, salah satu dari 14 musisi muda Indonesia ini merasa kagum dengan berbagai ragam koleksi budaya.
“Saya merasa kagum dan senang, sebab bisa melihat langsung berbagai benda budaya yang dimiliki masyarakat Papua. Ini merupakan kali pertama saya mengunjungi museum ini,” katanya.
“Kita tidak hanya melihat saja benda-benda budaya yang ada di museum, tetapi kita juga dapat penjelasan secara terperinci, sehingga kita bisa mengetahui setiap benda budaya yang ada di museum,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.