Pemkot Palembang juga diminta berkewajiban untuk menyediakan kolam retensi dan drainase yang memadai sebagai fungsi pengendalian banjir.
Hakim pun memerintahkan Pemkot Palembang menyediakan posko bencana banjir di lokasi terdampak.
Kuasa Hukum korban Banjir Palembang Yusri Arafat mengatakan, putusan tersebut merupakan perkara pertama di Indonesia dimana masyrakat berhask untuk menggungat pemerintah terkait isu lingkungan.
Menurut Yusri, gugatan tindaktan faktual itu tersebut sangat penting karena banyak menimbulkan kerugian bagi masyrakat.
“Karena banjir yang terjadi dulu sangat mersahkan. Sehingga pemerintah harus dikasih peringatan untuk berbenah,” kata Yusri, Selasa (27/7/2022).
Baca juga: Waskita Karya Akui Proses Pembangunan LRT Sebabkan Banjir di Palembang
Dari putusan tersebut, Pemkot Palembang diberikan waktu hingga (8/8/2022) untuk mengajukan banding atau tidak.
“Kami menunggu langkah hukum dari pemkot,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkugan Hidup (Walhi) Sumsel Yuliusman mengatakan, dengan putusan dari hakim tersebut mereka berharap menjadi pertimbangan untuk Pemkot Palembang lebih bijak dalam pembangunan untuk mengikuti RTRW yang sudah ditetapkan.
“Hasil putusan ini juga akan diberikan kepada DPRD Kota Palembang agar mereka bisa mengawasi kinerja pemerintah lebih ketat sehingga risiko bencana ekologis bisa dihindari,” kata Yuliusman.
Baca juga: Banjir Terjang Sejumlah Kampung di Maybrat, Air Setinggi Atap Rumah
Terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Palembang Ahmad Bastari Yusak menjelaskan, mereka sebetulnya sudah menjalankan program RTRW yang masih berjalan hingga 2032.
Saat ini, sudah ada 14 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk publik dan 10 persen privat.
“Target kita 30 persen, sekarang sudah tinggal 6 persen lagi masih berjalan dan baru selesai 10 tahun ke depan,”kata Bastari.