Saskia juga mengaku senang belajar di sini karena selain mendapat ilmu juga bisa mendapat teman-teman baru sesama penyandang tuna netra, seperti Saroh.
Serupa dengan Saskia, Saroh juga begitu semangat untuk belajar, bahkan dia enggan pulang dari Masjid Agung karena ingin terus belajar.
Namun, karena tidak ada pendamping saat malam hari, Saroh akhirnya ikut pulang ke rumah Saskia untuk belajar bersama.
"Tadinya mau menginap di sini, karena besok masih belajar lagi," kata dia.
Baca juga: Kisah Umi, Sinden Tunanetra yang Bertekad Menjaga Budaya melalui Tembang Jawa
Kegiatan membaca Al Quran Braille di Lebak masih merupakan hal yang jarang ada.
Kegiatan selama tiga hari ini diselenggarakan atas inisiasi sebuah yayasan yang bekerja sama dengan pengajar dari Jakarta.
Salah satu pengajar, Furqon Hidayat mengatakan normalnya butuh sekitar satu minggu untuk anak-anak dan remaja bisa membaca Al Quran Braille.
Dalam kegiatan ini, peserta akan diajar mengenal konstruksi titik-titik huruf braille dalam Al Quran.
"Kalau sudah punya modal itu bisa memungkinkan untuk belajar secara bertahap mulai dari huruf Hijaiyah, tanda baca hingga membuat kalimat sederhana," kata Furqon.
Baca juga: Pria di Pasuruan Diduga Perkosa Perempuan Tunanetra, Bermodus Pengobatan dan Beri Santunan
Cepat atau lambatnya seorang bisa membaca Al Quran Braille, kata Furqon tergantung dari kemampuan jari jemari seseorang dalam mendeteksi konstruksi titik-titik braille.
Furqon sendiri sudah belajar Al Quran Braille sejak tahun 1997. Dia juga merupakan penyandang tunanetra.
Hingga saat ini, Furqon sudah menerbitkan sejumlah buku dan Al Quran Braille.