KOMPAS.com - Aris, salah satu keluarga korban kecelakaan odong-odong yang ditabrak kereta api di Serang, Banten, menceritakan kronologi kejadian yang menewaskan 9 orang pada Selasa (26/7/2022).
Dalam kejadian tersebut, keponakan Aris turut menjadi korban. Dia mengatakan, keponakannya itu kini tengah dirawat Rumah Sakit (RS) Hermina Ciruas.
Menurut keterangan keponakannya, Aris menyampaikan, odong-odong yang ditumpanginya itu melaju cukup kencang dari arah Cilebu menuju Walantaka.
"Odong-odong ngebut dan sopir tidak mau berhenti, sudah diimbau oleh penumpang, tapi terus jalan saja," kata Aris, dikutip dari jabar.tribunnews.com, Rabu (27/7/2022).
Baca juga: Sopir Odong-odong yang Ditabrak Kereta Masih Jadi Saksi
Aris menambahkan, alasan sang sopir odong-odong memacu kendaraannya dengan kencang karena demi mengejar odong-odong lainnya yang berada di depan.
"Ada dua odong-odong, yang satu sudah duluan, satu lagi yang ditumpangi ponakan saya mengejar," ujarnya.
Sementara itu, Rohmat, orang tua salah satu korban kecelakaan odong-odong di Serang mengaku trauma akibat tragedi tersebut.
Pasalnya, sang anak turut menjadi korban kecelakaan tersebut. Meski anaknya selamat, namun Rohmat mengatakan, anggota keluarganya yang lain meninggal dunia dalam peristiwa tersebut.
"Alhamdulillah anak saya selamat, tapi neneknya meninggal dunia," kata Rohmat.
Baca juga: 7 Kecelakaan Odong-odong di Tanah Air, Ada yang Tak Kuat Menanjak hingga Tertabrak Kereta Api
Rohmat mengaku, kini ia menjadi takut untuk membolehkan anaknya kembali naik odong-odong.
"Pasti khawatir, sebelumnya memang saya membolehkan, tapi atas kejadian ini saya takut," terangnya.
Keterangan lain juga disampaikan oleh Mansur, Ketua RT di kawasan Cilebu. Dia mengatakan, saat mengalami kecelakaan di Kampung Cilebu Pasar, odong-odong tersebut sedang ditaiki puluhan penumpang.
"Penumpangnya lebih dari 25 orang, kejadiannya pas rel kereta di situ," ujar Mansur.
Mansur menjelaskan, warga biasanya menggunakan odong-odong untuk berkeliling kampung dengan tarif Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per orang.
Baca juga: Sejarah Odong-odong yang Lahir di Tengah Kaum Urban
"Mereka mau jalan-jalan keliling kampung, penumpangnya lagi main cari hiburan, udah biasa odong-odong itu," ungkapnya.