Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Praktik Jual Beli Jabatan di Pemprov Kaltara, 1 Kursi Dibanderol Rp 50 Juta, DP Rp 10 Juta

Kompas.com - 26/07/2022, 15:51 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

TANJUNG SELOR, KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, tengah diterpa isu miring, dengan mencuatnya dugaan jual beli jabatan eselon III dan IV, pada mutasi yang dilakukan terhadap lebih 200 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemprov Kaltara beberapa waktu lalu.

Praktek lancung ini menyeruak ke permukaan, akibat ada sejumlah pejabat yang melapor ke Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), dan meneruskannya ke polisi, Sabtu (23/7/2022).

Dalam praktiknya, satu kursi, dibanderol Rp 50 juta, dengan uang muka Rp 10 juta. Untuk pelunasan, dilakukan setelah peminatnya duduk di kursi yang diinginkan.

Baca juga: Oknum ASN Badan Kepegawaian Daerah Kaltara Dipolisikan, Diduga Lakukan Jual Beli Jabatan

Sementara ini, oknum nakal yang dilaporkan sebagai otak dari transaksi kotor tersebut, adalah oknum ASN di Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

Diduga ada sejumlah oknum lain yang membantu peran dari ASN dimaksud. Lalu bagaimana pandangan pengamat hukum, melihat fenomena tersebut?

Salah seorang pengamat hukum dan eks aktivis anti korupsi, Tama S Langkun mengatakan, sebagai pihak internal, TGUPP harus mengawal kasus ini sampai tuntas.

"Untuk dilantik, pejabat tentu melewati banyak tahapan. Itu harus dilihat semua tahapannya. Siapa yang kemudian bertanggung jawab, apakah betul hanya oknum tersebut, atau ada pihak lain yang membantu," ujarnya, Selasa (26/7/2022).

Selanjutnya, terkait dengan indikasi laporan dimintai biaya. Dalam konteks itu harus dilihat lagi, apakah kemudian dilakukan dengan paksa, memeras misalnya, atau seperti apa. Karena prinsip hukumnya berbeda.

Dalam konteks jual beli jabatan, lanjutnya, kemungkinan ada dua jenis pidana yang sering terjadi.

Baca juga: Kirim Tim ke Pemalang, Inspektorat Jateng Dalami Dugaan Jual Beli Jabatan di Lingkungan Pemkab

Pertama, penyuapan. Dimana konteks suap adalah kedua belah pihak sama sama diuntungkan dengan niat jahatnya.

Jenis pidana kedua, adalah pemerasan atau pungli. Dalam konteks ini, pemberi uang merasa terpaksa. Dan dalam hukum pidana, korban yang menerima paksaan, tidak bisa dipidanakan.

"Kalimat ‘paksa’ dalam hukum pidana ada dua jenis. Paksa secara fisik, dan psikis. Itu dicek, siapa yang beri, kemudian siapa yang menikmati. Dari situ akan kelihatan, apakah hanya eselon III dan eselon IV saja, atau ada eselon lainnya?" imbuhnya.

Eks aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) 2020 ini menjabarkan, butuh pendalaman lebih jauh terkait bagaimana proses seleksi dilakukan.

Bagaimana rotasi dilakukan, siapa tunjuk siapa, siapa tanggung jawab mengawal dari proses administrasi, sampai ada penugasan pelantikan.

Baca juga: Kasus Jual Beli Jabatan, Bupati Nonaktif Probolinggo dan Suaminya Divonis 4 Tahun Penjara

Semua harus dicek, sehingga akan kelihatan jelas siapa yang tanggung jawab. Dari sana, akan tampak siapa saja yang menikmati dugaan transaksi tersebut.

"Ada prinsip dalam proses penyidikan, yang pertama follow the suspect, yang kedua adalah follow the money. Kalau misalnya betul ada uang yang diberikan, kepada siapa? Kan kelihatan itu nanti tanggung jawabnya. Dalam konteks tindak pidana korupsi, proses seperti itu, lazim untuk dilakukan. Makanya saya bilang tadi, cek proses mekanismenya, itu bicara soal orang orangnya. Baru follow the money," tegasnya.

Selain bicara laporan, TGUPP memiliki tanggung jawab melakukan review internal sehingga dugaan praktik kotor itu, tidak terulang.

Butuh upaya penguatan di Inspektorat, karena dugaan praktik jual beli jabatan, melibatkan internal institusi di BKD.

"Kalau sampai di internal ada indikasi orang bisa mengatur jabatan seenaknya. Mengatas namakan gubernur misalnya, gak bisa juga dilepaskan soal fungsi inspektorat. Perlu review juga itu inspektoratnya, apakah timnya dibenahi atau diganti, atau diperbaiki sistemnya," kata Tama.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Siswa SD di Makassar Dianiaya Guru Lantaran Bermain di Mushala, Korban Dicubit Berulang Kali

Siswa SD di Makassar Dianiaya Guru Lantaran Bermain di Mushala, Korban Dicubit Berulang Kali

Regional
Kronologi Kecelakaan Beruntun di Tol Semarang hingga Kendaraan Menumpuk

Kronologi Kecelakaan Beruntun di Tol Semarang hingga Kendaraan Menumpuk

Regional
Kualitas Udara di Dharmasraya Tidak Sehat, Warga Diimbau Pakai Masker

Kualitas Udara di Dharmasraya Tidak Sehat, Warga Diimbau Pakai Masker

Regional
Dijanjikan 3 Proyek PUPR di Papua Rp 126 Miliar, Pengusaha Tertipu Rp 1 Miliar

Dijanjikan 3 Proyek PUPR di Papua Rp 126 Miliar, Pengusaha Tertipu Rp 1 Miliar

Regional
Siapkan Persyaratan, Cak Imin: AMIN Akan Daftar ke KPU 19 Oktober

Siapkan Persyaratan, Cak Imin: AMIN Akan Daftar ke KPU 19 Oktober

Regional
Mahasiswi Hilang Seminggu, Kabar Terakhir Kirim Pesan Gambar Kaki Kotor

Mahasiswi Hilang Seminggu, Kabar Terakhir Kirim Pesan Gambar Kaki Kotor

Regional
Kondisi Udara Level Berbahaya, Palembang Gelar Shalat Minta Hujan di 1.990 Masjid

Kondisi Udara Level Berbahaya, Palembang Gelar Shalat Minta Hujan di 1.990 Masjid

Regional
2 Mayat Ditemukan di 2 Lokasi di Sumba Barat NTT, Sama-sama Pakai Gelang Merah

2 Mayat Ditemukan di 2 Lokasi di Sumba Barat NTT, Sama-sama Pakai Gelang Merah

Regional
Sederet Fakta Sumbangan Rp 1,6 Juta Per Siswa untuk Beli Mobil, Kepsek SMPN 1 Ponorogo Sebut Sukarela

Sederet Fakta Sumbangan Rp 1,6 Juta Per Siswa untuk Beli Mobil, Kepsek SMPN 1 Ponorogo Sebut Sukarela

Regional
Cerita Kholifah Setiap Hari ke Makam Sang Anak yang Meninggal Saat Tragedi Kanjuruhan: Ibu Kangen Nduk...

Cerita Kholifah Setiap Hari ke Makam Sang Anak yang Meninggal Saat Tragedi Kanjuruhan: Ibu Kangen Nduk...

Regional
Kecelakaan Beruntun di Tol Semarang, Kendaraan sampai Menumpuk

Kecelakaan Beruntun di Tol Semarang, Kendaraan sampai Menumpuk

Regional
Menilik Hubungan Geng 'Barisan Siswa' dengan 2 Kasus 'Bullying' di Cilacap

Menilik Hubungan Geng "Barisan Siswa" dengan 2 Kasus "Bullying" di Cilacap

Regional
Awal Mula Ida Susanti Ditipu Menikah dengan Perempuan, 20 Tahun Cari Keadilan

Awal Mula Ida Susanti Ditipu Menikah dengan Perempuan, 20 Tahun Cari Keadilan

Regional
Sebar Video Pribadi Mantan Istri, Kades di Magelang Divonis Penjara 22 Bulan

Sebar Video Pribadi Mantan Istri, Kades di Magelang Divonis Penjara 22 Bulan

Regional
Cerita Warga 3 Kampung Tak Punya Listrik, Cas Ponsel Jalan Kaki 3 Km Lewati Jalan Rusak

Cerita Warga 3 Kampung Tak Punya Listrik, Cas Ponsel Jalan Kaki 3 Km Lewati Jalan Rusak

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com