Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Antonius Ferry Timur
Konsultan

Konsultan dan pemerhati pendidikan dasar, Direktur Yayasan Abisatya Yogyakarta

Mengimplementasi Pendidikan Khas Ke-Jogja-an

Kompas.com - 26/07/2022, 13:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM sepuluh tahun terakhir, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menggencarkan penerapan Pendidikan Berbasis Budaya untuk jenjang PAUD/TK hingga SMA.

Pemda telah menerbitkan Perda No 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya dan Pergub No 66 Tahun 2013 tentang Kurikulum Pendidikan Berbasis Budaya.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY mendampingi sekolah-sekolah di DIY untuk menerapkan Pendidikan Berbasis Budaya dengan menyediakan perangkat pembelajaran dan buku teks hingga penunjang pembelajaran.

Simultan dengan penerapan Pendidikan Berbasis Budaya, Dewan Pendidikan DIY juga menggagas Pendidikan Kejogjaan dimulai pada 2019.

Pendidikan Khas Ke–Jogja-an bertujuan mewujudkan peradaban baru yang unggul untuk menghasilkan manusia Indonesia, khususnya Yogyakarta, yang utama (jalma kang utama), yaitu manusia yang taat kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi rasa kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, rasa keadilan, merdeka lahir-batin serta selalu menumbuhkan keselarasan (harmoni) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Hari Dendi, Dewan Pendidikan DIY, 2019).

Generasi unggul yang utama (jalma kang utama) adalah generasi yang berbakti kepada Tuhan YME, cinta alam, cinta negara, cinta dan hormat kepada ibu-bapak, cinta bangsa dan kebudayaan, keterpanggilan memajukan negara sesuai kemampuannya.

Selain itu, memiliki kesadaran sebagai bagian integral dari keluarga dan masyarakat, patuh pada peraturan dan ketertiban, membangun kepercayaan diri, mengembangkan sikap saling mengerti dan saling menghormati atau sikap toleransi atas dasar keadilan, rajin bekerja, kompeten dan jujur, baik dalam pikiran maupun tindakan.

Yogyakarta memiliki kearifan lokal yang dikelompokkan dalam nilai-nilai filosofi (Core-Beliefs) dan nilai-nilai budaya (Core-Values).

Yang termasuk Core-Beliefs adalah: Sangkan-paraning dumadi, Hamêmayu-hayuning bawânâ, Manunggaling kawulâ-Gusti (dalam dimensi vertikal).

Sedangkan yang termasuk kelompok Core-Values adalah: Mangasah-mingising budi, mêmasuh-malaning bumi, Sawiji, grêgêt, sêngguh, ora-mingkuh, Pamênthanging gandhéwâ, pamênthênging ciptâ dan Manunggaling kawulâ-gusti (sikap golong-gilig dalam dimensi horisontal).

Nilai-nilai itu dibagi dalam tiga tataran. Pertama, nilai dasar, bersifat abstrak dan tetap, terlepas dari pengaruh perubahan waktu dan tempat dengan kandungan kebenaran bagaikan aksioma yang tak terbantahkan.

Kedua, nilai instrumental, bersifat kontekstual dengan tuntutan zaman, penjabaran nilai dasar sebagai arahan untuk kurun waktu dan kondisi tertentu, namun tetap mengacu pada nilai dasar sebagai sumbernya.

Dari kandungan isinya, nilai instrumental ter-institusionalisasi ke dalam paradigma, sistem, kebijakan, strategi, pengorganisasian, rencana, atau program yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut.

Ketiga, nilai praksis, terekspresikan dalam cara masyarakat pendidikan mewujud-nyatakan nilai-nilainya itu ter-internalisasi menjadi sebuah kebiasaan (habituating).

Dari kandungan isinya, merupakan gelanggang pertarungan antara nilai-nilai ideal (what-is) dan aktual (what-for).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com