KUPANG, KOMPAS.com - Sebanyak 122.000 babi yang diternak warga Nusa Tenggara Timur (NTT), mati akibat virus African Swine Fever (ASF) atau virus demam Babi Afrika.
"Angka 122.000 itu yang dilaporkan secara resmi ke Dinas Peternakan Provinsi NTT," ujar Kepala Dinas Peternakan NTT, Johanna Lisapaly dalam kampanye kesadaran ASF dan penyakit hewan menular lainnya, Senin (25/7/2022).
Jumlah itu lanjut dia, merupakan akumulasi sejak tahun 2020 lalu.
"Diperkirakan ternak babi yang mati di seluruh NTT lebih dari yang dilaporkan secara resmi," kata dia.
Baca juga: Monyet dan Babi Hutan Masuk Pemukiman hingga Kantor Bupati Banyuwangi, Ini Dugaan Penyebabnya
Akibat matinya ratusan ribu ternak, kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Pemerintah Provinsi lanjut dia, telah berupaya melakukan pencegahan dan pengendalian untuk mengatasi penyebaran virus ASF.
Sehingga kata dia, hingga bulan Juli 2022 ini, tidak ada lagi laporan kematian babi akibat ASF.
Dia berharap, industri peternakan di NTT dapat bangkit kembali.
Baca juga: Kisah Haru Anak Juru Parkir di Kupang, Lulus Jadi Polwan di Tengah Keterbatasan
Di tempat yang sama, Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi, mengajak masyarakat NTT untuk kembali mengembangkan ternak babi.
"Kita jangan takut. Apa saja kita tidak boleh takut, waspada boleh. Apapun kejadiannya, apa saja yang namanya penyakit babi atau penyakit hewan menular lainnya, kita tidak boleh takut, tapi waspada. Dan kita harus mencari jalan keluarnya,"ujar dia.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jatim, DIY, Bali, NTB, NTT, Kalbar, dan Kalsel 25 Juli 2022
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.