KOMPAS.com - Berdasarkan kajian sejarah, jalur rempah Nusantara mencakup berbagai lintasan jalur budaya dari timur Asia hingga barat Eropa terhubung dengan Benua Amerika, Afrika, dan Australia.
Saat ini Jalur Rempah Nusantara sedang diusulkan menjadi Warisan Budaya Dunia.
Ketika rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah singgah di Desa Bajo Bahari, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022), mereka menyaksikan bagaimana masyarakat hidup dengan adat istiadatnya yang dipegang teguh.
Rombongan yang dinamakan Laskar Rempah itu juga merasakan kehangatan interaksi dengan Suku Bajo.
Baca juga: Dicari, Muda-mudi Usia 17-24 Tahun, Susuri Jalur Rempah dengan KRI Dewa Ruci
Mereka berbincang soal budaya bahari yang diturunkan oleh nenek moyang sejak masa lampau dan masih lestari hingga sekarang.
Di atas perairan Buton inilah, peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah bisa melihat perkampungan orang-orang Bajo yang terapung di lepas laut.
Selain memiliki sejarah yang panjang tentang jalur rempah, Buton juga dikenal terkait dengan Suku Bajo.
Bajo adalah bangsa pengelana lautan yang turut meramaikan perniagaan laut Nusantara, berpindah dari satu titik ke titik lainnya di perairan Nusantara, bertahan dengan mengembangkan budaya bahari dan maritim yang terus berkesinambungan.
Baca juga: Kapal Layar Bima Suci dan Dewa Ruci Ramaikan Sail Sabang 2017
"Nenek moyang Suku Bajo menggantungkan hidupnya di laut, bahkan dulu ketika belum punya rumah, mereka tinggal di atas perahu sope," ujarnya.
Di Indonesia, Suku Bajo tidak hanya di wilayah Baubau dan Buton tapi juga bisa ditemui di perairan Kalimantan Timur (Berau, Bontang), Kalimantan Selatan (Kota Baru), Sulawesi Selatan (Selayar), Gorontalo,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Pulau Boleng, Seraya, Longos, Komodo), Sapeken, Sumenep, dan wilayah Indonesia timur lainnya.
Orang Bajo dikenal bisa lebih tahan lama menyelam di air.
Baca juga: Mengenal Suku Bajo, Para Pengembara Lautan
Mereka disebut-sebut bisa tahan sampai 13 menit di kedalaman 60 meter tanpa alat bantu napas atau oksigen.
Seturut perkembangan zaman, Suku Bajo mulai membangun rumah-rumah panggung sebagai tempat tinggal di atas permukaan laut dan menetap di kawasan tersebut.
Kendati arsitektur rumah mereka sudah lebih modern, masih ada beberapa rumah asli dari Suku Bajo yang bisa dilihat di desa ini.
Sebagian rumah di Desa Bajo Bahari Buton menggunakan kayu bakau yang menancap ke dalam dasar laut sebagai material tiang penopang rumah.
Si Muswar mengatakan bahwa Suku Bajo bermata pencaharian sebagai nelayan dengan perahu yang dibuat sendiri oleh mereka.
Baca juga: Mengenal Pulau Bungin, Kondisi Geografis, Potensi, dan Suku Bajo
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.