Selokan Mataram sarat nilai sejarah sehingg ditetapkan sebagai cagar budaya.
Keberadaan Selokan Mataram tak lepas dari peran mendiang Sultan Hamengkubuwono IX, Raja Keraton Yogyakarta yang dilantik pada 18 Maret 1940.
Guru Besar Teknik Sipil UGM Budi Santosa Wignyosukarto dalam sebuah diskusi terkait saluran legendaris itu, beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa Sultan resah dengan masuknya Jepang ke wilayahnya pada 1942.
Keresahan itu muncul lantaran Jepang menjalankan program kerja paksa atau romusha di sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Baca juga: Kisah Para Pelapak Buku Legendaris sejak Tahun 1990-an di Stadion Undip Semarang
Sultan kemudian mengajukan usul mengerahkan ribuan rakyatnya untuk membangun selokan Mataram. Selokan ini sebetulnya sudah ada sejak 1588 kendati bentuknya hanya berupa parit pertahanan dan tidak sepanjang sekarang ini dan dialiri air.
Sultan terinspirasi Sunan Kalijaga yang menyatakan Yogyakarta akan subur dan rakyatnya sejahtera jika aliran Progo dan Opak bisa bersatu.
Sebelumnya, Raja Joyoboyo dari Kerajaan Kediri yang berkuasa pada 1135-1159 pernah meramalkan, penyatuan dua sungai di tanah Mataram akan memberikan kemakmuran pada rakyatnya. Hal itu diungkapkan Suherman dalam Selokan Mataram dalam Perspektif Sejarah Lokal yang terbit pada 2018.
Kehadiran saluran irigasi tersebut sangat diperlukan untuk menyuburkan wilayah Yogyakarta yang kekeringan. Kala itu rakyat Yogyakarta hanya bisa makan gaplek dan bertanam singkong. Padahal, usulan itu hanya cara Sultan mencegah Jepang menjadikan ribuan rakyatnya sebagai peserta romusha.
Baca juga: Kios Buku Legendaris di Stadion Undip Semarang, Mencoba Bertahan di Era Serba Digital
Jepang menamai saluran ini sebagai kanal Yoshihiro, mengacu kepada nama jenderal perang Shimazu Yoshihiro (1535-1619). Ia dikenal karena memimpin 300 pasukannya mengalahkan 3.000 pasukan musuh pada Perang Kizakihira di Kyushu, 1572 lampau.
"Selain berhasil mencegah rakyatnya terjerat romusha, Sultan Hamengkubuwono IX juga menjadikan daerahnya lebih subur karena adanya selokan Mataram ini," ujar Budi.
Budi mengungkapkan, banyak tantangan yang kemudian dihadapi selokan Mataram yang kini menjadi tanggung jawab Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tersebut.
Baca juga: Kisah Mie Atep Belitung, Kuliner Legendaris Sejak 1973
"Ada perubahan tata guna lahan pertanian menjadi permukiman maupun industri. Terjadinya kerusakan jaringan saluran tersier, serta air tanah yang semakin susut. Di samping itu terjadi lonjakan populasi dan pengaruh perubahan iklim," ungkapnya.
Ragil Haryanto dari Fakultas Teknik Universitas Diponegoro pada 2015 pernah meneliti perubahan tata guna lahan di selokan Mataram yang mengalir di Kecamatan Depok, Sleman sejauh 2,8 km.
Ia menyebut jika pada tahun 1980 kawasan di tepi aliran adalah persawahan, kebun, dan ladang, namun sejak 1990 kondisinya berubah. Saat itu mulai muncul bangunan kampus, permukiman warga, pertokoan, hingga usaha jasa.
Puncaknya, pada 2005 terdapat total 175 unit bangunan untuk usaha.
Oleh sebab itu, pihak BBWS-SO berupaya melakukan perbaikan sebagai bentuk konservasi untuk memperpanjang umur selokan Mataram.
Baca juga: Mie Nyemek Mbah Imo Jaten, Kuliner Legendaris di Karanganyar Jateng
Pada 1980 mereka membangun talud bagian hulu selokan Mataram sepanjang 10 km. Kemudian, secara berkala melakukan pembersihan semak belukar dan rumput di tepian saluran.
"Selokan Mataram perlu kita jaga karena menjadi ikon peninggalan sejarah di Yogyakarta yang menghubungkan Sungai Opak dan Sungai Progo," tegas Kepala BBWS-SO Dwi Purwantoro.
Tanggap darurat juga pernah diberlakukan BBWS-SO ketika tanggul selokan Mataram di Dukuh Cabeyan, Desa Bligo, ambrol.
Kejadian pada 9 Desember 2021 itu menyebabkan tanggul sepanjang 6 meter dan lebar 2,5 meter itu jebol. Ini akibat tak kuasa menahan derasnya debit air saat hujan turun terus-menerus. Kini, segala upaya dilakukan demi bisa terus mempertahankan eksistensi selokan Mataram sebagai urat nadi pertanian masyarakat Yogyakarta.
SUMBER: Indonesia.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.