KOMPAS.com - Prada Yotam Bugiangge, mantan anggota Batalyon Infanteri (Yonif) 756/Wimane Sili, tengah diburu aparat.
Pecatan TNI tersebut diduga bergabung dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.
Dia bersama Egianus Kogoya juga diduga menjadi otak serangan KKB di Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, Sabtu (15/7/2022), yang menewaskan 11 orang.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Papua Kombes Faizal Ramadhani.
"Jumlah mereka sudah kita kantongi, mereka sudah bergabung, Egianus (Kogoya) dan Yotam (Bugiangge)," ujarnya, Rabu (20/7/2022), dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
Baca juga: Egianus Kogoya dan Seorang Pecatan TNI Disebut sebagai Otak Pembantaian di Nduga
Keterlibatan Egianus dan Yotam dalam serangan itu terungkap setelah Satgas Damai Cartenz dan TNI berhasil melakukan olah tempat kejadian perkara.
Petugas juga sudah menanyai beberapa saksi dan korban selamat yang melihat peristiwa itu.
Faizal mengatakan, saat hendak mengevakuasi jenazah terakhir di Kampung Nogolait, aparat keamanan selalu diganggu dan terlibat baku tembak dengan KKB selama tiga hari.
"Kita diganggu terus, mereka berdua (Egianus dan Yotam) memang terlihat," ucapnya.
Baca juga: Pecatan TNI Diduga Gabung KKB Egianus Kogoya, Danrem: Kita Cari Dia
Menurut pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, bergabungnya Yotam dengan KKB bisa menimbulkan potensi bahaya.
"Yang jadi masalah ketika KKB menggalang orang TNI atau Polri, ini bisa berbahya," ungkapnya kepada Kompas.com, Kamis (21/7/2022).
Potensi bahaya yang dimaksud adalah saat ia membocorkan strategi maupun teknik bertempur TNI. Selain itu, anggota KKB juga bisa lebih terlatih.
"Ketika melakukan serangan, ia bisa mengetahui titik lemahnya," tuturnya.
Baca juga: Prada Yotam Berbalik Arah, Dulu Jadi Prajurit TNI, Kini Diduga Gabung KKB, Apa Penyebabnya?
Apalagi, saat Yotam kabur dari kesatuannya pada Desember 2021, dia membawa satu pucuk senapan SS2-V1.
"Sangat berbahaya. Ini bisa digunakan untuk menyerang TNI-Polri," jelasnya.
Di samping itu, Stanislaus memandang ada tactical gap antara aparat keamanan dengan KKB.
"Ini menjadi berat ketika banyak situasi yang menguntungkan KKB. Ada tactical gap namanya. KKB lebih kenal medan, mereka menguasi hutan, geografis. Perlu usaha lebih keras agar aparat keamanan memenangkan tactical gap ini," sebutnya.
Baca juga: Bergabung dengan KKB Nduga, Prada Yotam Terlibat Berbagai Aksi Kejahatan
Supaya mempersempit ruang gerak Yotam, Stanislaus memandang aparat perlu menguatkan intelijen, sehingga memperoleh data yang akurat.
Tak hanya itu, dia menilai aparat perlu bekerja sama dengan masyarakat sekitar.
"Selain itu, aparat juga perlu lebih melakukan pendekatan ke masyarakat, dialog ke masyarakat. Aparat perlu menggalang masyarakat," terangnya.
Baca juga: Diduga Kabur Saat Bertugas, Prada Yotam Sudah 4 Hari Tak Kembali ke Kesatuan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.