MERAUKE, KOMPAS.com - Sempat kesulitan pasar, kopi robusta muting kini mulai bangkit. Kopi yang tumbuh di perbatasan RI dan Papua Nugini itu dikenal dengan aroma tembakau dan cokelat hitam.
Kopi robusta muting ditanam pada lahan seluas 10 hektar pada ketinggian 60 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kopi itu ditanam oleh 100 petani yang terbagi dalam empat kelompok tani di Kampung Seed Agung, Kecamatan Muting, Kabupaten Merauke, Papua.
Baca juga: Pasokan Solar Terbatas, Kendaraan Antre Panjang di Merauke
Sejarah kopi muting
Keberadaan tanaman kopi di Muting, Merauke, tidak lepas dari adanya penduduk pendatang. Pada tahun 1993, para petani dari Kabupaten Lampung datang ke Provinsi Papua yang saat itu masih bernama Provinsi Irian Jaya.
Mereka yang datang melalui program transmigrasi ditempatkan di Muting yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini.
Baca juga: Harga Elpiji 12 Kg di Merauke Tembus Rp 341.000, Pedagang Mengeluh
Saat itu, para petani yang juga merupakan penikmat kopi memutuskan untuk membawa serta bibit kopi dalam keberangkatannya ke tanah rantau. Bibit kopi itu lantas ditanam supaya dapat terus dinikmati.
Jumikan (60), salah satu petani kopi muting yang berdomisili di Kampung Seed Agung Jalur Tujuh, mengaku, pada awalnya kopi di lokasi itu tidak ada harganya. Jumikan mengaku menanam kopi sejak 1996.
“Saya tanam kopi dari tahun 1996 tapi saat itu harga kopi sangat murah, bahkan kalau mau dibilang tidak ada harganya dibanding sekarang harga kopi hasil panen dan belum di-roasting dapat dibeli hingga Rp 40.000 per kilogram," kata Jumikan di sela membersihkan lahan kopinya, Jumat (22/7/2022).
Kemudian, warga kembali fokus bertani kopi setelah ada sosialisasi tentang potensi kopi oleh Kepala Unit Pembinaan Masyarakat (Binmas) Polres Merauke, Aipda Jasman Tristanto. Jasman berupaya meyakinkan petani tentang keuntungan menanam kopi.
Baca juga: Terungkap, Ini Motif Anggota TNI Tusuk Mayor Beni Arjihans, Kepala RS LB Moerdani Merauke
Kini, kopi muting sudah mendapat pasar. Pesanan datang dari para pemilik warung kopi di Merauke maupun dari luar Merauke. Bahkan, kopi muting telah masuk dalam daftar permintaan ekspor untuk dua negara, yakni Turkiye dan Korea Selatan.
Kopi itu dibanderol Rp 160.000 per kilogram.
Baca juga: Profil Merauke, Ibu Kota Provinsi Papua Selatan
Menjadi primadona
Kopi muting menjadi primadona dalam acara Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi). Kopi itu ikut menghiasi Apkasi Otonomi Expo (AOE) 2022 yang digelar selama tiga hari, 20 hingga 22 Juli 2022, di Jakarta Convention Center Senayan.
UMKM Rumah Kopi D'Waroeng (RKD) menjadi perwakilan dari Kabupaten Merauke dan mengambil bagian dalam memperkenalkan kopi robusta muting.
“Peminat kopi cukup tinggi hingga hari kedua ini sudah habis 100 cangkir kopi muting yang disajikan dengan teknik V-60 yang dicampur dengan madu pokos dari Kampung Yanggandur, Distrik Sota," kata Jasman dalam keterangannya.
Baca juga: Ada Asa di Setiap Cangkir Kopi Racikan Anak-anak Sekolah Pinggir Hutan
Rachmad Gobel, Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga anggota DPR RI turut menikmati kopi tersebut dan memuji kenikmatannya.
"Rasa dan karakter yang khas yang beraroma tobacco dan dark chocolate," kata Rachmad Gobel usai menyeduh kopi di stan Kabupaten Merauke, Kamis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.