Sebagai imbalan, Belanda mendapatkan hak khusus untuk mencampuri urusan dalam negeri Kesultanan Banjar.
Kondisi tersebut berlangsung lama hingga akhirnya perlawanan rakyat Banjar dimulai saat Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar pada tahun 1859.
Padahal, waktu itu sosok yang seharusnya naik tahta menjadi Sultan Banjar adalah Pangeran Hidayatullah II.
Namanya juga tertulis dalam surat wasiat yang ditulis oleh Sultan Adam agar menjadi penerus takhta.
Pada tanggal 28 April 1859, Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II kemudian memimpin perlawanan terhadap Belanda.
Pangeran Antasari memimpin penyerangan terhadap benteng Belanda dan tambang batu bara di wilayah Pengaron.
Dalam serangan tersebut tentara Belanda dapat dilumpuhkan dan pasukan Pangeran Antasari dapat menguasai tambang batu bara di Pengaron.
Setelah itu, muncul beberapa pertempuran di tempat lain seperti Pertempuran Benteng Tabanio di Agustus 1859, Pertempuran Benteng Gunung Lawak pada September 1859, Pertempuran Munggu Tayur pada Desember 1859, dan Pertempuran Amawang pada Maret 1860.
Dalam buku Pegustian dan Temanggung : Akar Sosial, Politik, Etnis dan Dinasti, Perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah 1859-1906 (2014) karya Helius Sjamsudin, disebutkan bahwa Belanda membalas serangan Pangeran Antasari dengan menawan keluarga Pangeran Hidayatullah II.
Belanda kemudian meminta Pangeran Hidayatullah II untuk keluar dari persembunyiannya.
Pangeran Hidayatullah II yang keluar dari persembunyiannya untuk menyelamatkan keluarganya justru ditangkap Belanda dan diasingkan menuju ke Cianjur.
Hal itu tak membuat menghentikan Pangeran Antasari perlawanan. Ia terus melakukan perlawanan di daerah-daerah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Pangeran Antasari juga mendirikan tujuh unit benteng di Teweh untuk memperkuat pertahanan rakyat.
Perang Banjar mulai meredup ketika Pangeran Antasari mulai melemah karena terserang penyakit paru-paru dan cacar.
Perjuangannya terus dilakukan hingga Pangeran Antasari wafat pada 11 Oktober 1862.