"Tapi semua itu tergantung pada data dan informasi yang kita kumpulkan. Ada kesulitan disitu, bagaimana kita bisa mengumpulkan kesaksian, dan juga alat bukti kalau memang arahnya ke penuntutan hukum. Itu yang kita masih dalami," tegasnya.
Sebelumnya, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) memprotes pihak Malaysia, terkait dugaan penyiksaan dan kematian Buruh Migran Indonesia, dalam Pusat Tahanan Imigrasi di Sabah, Malaysia.
Anggota KBMB, Harold Wilson, mengatakan, sepanjang periode Januari sampai Maret 2022, sedikitnya 18 WNI meninggal di pusat tahanan imigrasi Tawau, di Sabah, Malaysia.
"Ini hanya angka estimasi yang kami dapatkan dari satu Depot Tahanan Imigrasi (DTI) di Sabah. Sementara, ada lima DTI di wilayah Sabah," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Tingginya angka kematian yang dialami oleh buruh migran Indonesia telah menunjukkan seluruh otoritas terkait di Sabah, dengan sengaja dan terus menerus tidak memenuhi standar kesehatan yang semestinya.
Kondisi ini, membahayakan keselamatan seluruh tahanan imigrasi, bahkan menghadapkan mereka pada resiko kematian.
Baca juga: TKI Meninggal di Tahanan Imigrasi Sabah, Pemerintah Disarankan Bentuk Satgas Terpadu
Harold menegaskan, hal ini hanya bisa dicegah jika kondisi buruk di dalam pusat tahanan imigrasi diperbaiki.
Berbagai pelanggaran standar dan prinsip kesehatan di dalam pusat tahanan, wajib dikoreksi, dan berbagai perlakuan tidak manusiawi, harus dihentikan.
"Di kelima pusat tahanan imigrasi di Sabah, kasus kematian yang dialami buruh migran asal Indonesia terjadi secara terus menerus. Karenanya, angka tersebut adalah angka minimal. Kami yakin, jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi," tegasnya.
Sepanjang Maret 2021 sampai April 2022, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) melakukan sembilan kali aktivitas pemantauan kondisi PMI dan keluarganya, yang dideportasi dari 5 pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia, ke Nunukan, Kalimantan Utara.
Pemantauan tersebut dilakukan dengan menemui dan melakukan wawancara terhadap hampir 100 deportan di rumah susun yang dikelola oleh UPT BP2MI (Unit Pelaksana Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) di Nunukan.
Hasilnya, sebagaimana dituturkan Harold, kecuali DTI di Kota Sandakan, seluruh pusat tahanan imigrasi di Sabah, mengalami persoalan kelebihan kapasitas. Dengan rata-rata luas 8x12 meter, setiap blok dihuni oleh 200-260 orang.
Baca juga: Soal Tewasnya WNI di Rumah Tahanan Imigrasi Sabah, Kepala BP2MI Bakal ke Malaysia Cek Kondisi PMI
Setiap DTI diperkirakan memiliki 10-14 blok di dalamnya. Seluruh blok tahanan dikabarkan dalam kondisi yang buruk, kotor, bahkan ada yang tidak terkena sinar matahari.
"Beberapa blok juga sangat bau karena kondisi toilet yang penuh dengan kotoran. Tidak ada alas tidur yang disediakan. Setiap tahanan harus tidur di lantai yang kasar, terkadang mereka melapisinya dengan kardus sebagai alas," katanya.
Tahanan tidur dengan kondisi saling berhimpitan satu sama lain. Saat berbaring, kaki mereka akan menyentuh kepala tahanan lain di bawahnya.
Di blok 9 DTI Tawau contohnya, saking penuhnya, beberapa tahanan terpaksa tidur di toilet.
Setiap DTI hanya memiliki satu toilet, dengan rata-rata tiga lubang toilet. Jumlah ini tentu saja jauh dari kata layak, untuk penghuninya yang berjumlah di atas 200 orang.
"Itu pun di banyak blok laki-laki, hanya satu lubang toilet yang tidak mampat. Sisanya mampat dan membuat kotoran manusia bertumpuk. Kondisi seperti ini membuat banyak tahanan yang harus menahan buang air besar dalam jangka yang ekstrem. Kami banyak mendengar cerita mereka yang baru buang air besar satu kali dalam dua sampai tiga minggu," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.