MAUMERE, KOMPAS.com - Kondisi Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kepiketik di Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) memprihatinkan.
Sekolah yang berada di Desa Mahekelan, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka memiliki empat ruangan kelas.
Dua ruangan sudah permanen. Sementara dua lainnya hanya berupa bangunan reyot dari kayu beratap seng.
Baca juga: Kapal Mati Mesin di Perairan Maumere, 5 ABK Asal Sikka Selamat
Bangunan itu tidak memiliki jendela dan pintu. Dindingnya dari pelupuh penuh lubang. Sebagian bahkan rusak dimakan rayap.
Selain itu beberapa kursi dan bangku sudah tak layak pakai. Konsentrasi para siswa kerap terganggu saat proses belajar mengajar.
Sebab, para siswa saling mengintip di antara cela-cela pelupuh. Bahkan suara mereka terdengar nyaring hingga ke ruangan sebelah.
Baca juga: Polres Sikka: Motif Penganiayaan di Pasar Alok Mengarah ke Dendam
Sementara di salah satu ruangan gedung permanen, juga disekat dengan pelupuh. Separuhnya dijadikan ruangan kepala sekolah, sedangkan separuhnya lagi digunakan proses KBM.
"Dulu sekolah ini kami bangun pakai swadaya masyarakat. Kalau yang permanen itu bangun tahun 2012," ujar Lorensius Loren (41) warga setempat.
Baca juga: Jenazah Korban Penganiayaan di Sikka Dipulangkan ke TTU
Lorensius mengatakan, kondisi itu membuat anak-anak malas, bahkan memilih berhenti sekolah. Ditambah lagi akses jalan menuju sekolah masih penuh bebatuan.
"Anak-anak kalau malas mereka tidak mau sekolah. Beberapa anak di sini banyak putus sekolah," katanya.
Laurensius Paul (33) salah seorang guru sekolah itu mengatakan bahwa fasilitas penunjang seperti gedung, buku bacaan, dan listrik menjadi masalah utama.
Akibatnya, kata Paul, setiap tahun minat anak-anak untuk sekolah semakin menurun. Selain itu dampaknya terhadap kemampuan kognitif para siswa.
Baca juga: Gubernur NTT Akan Kirim Pelaku Kejahatan Seksual ke Lapas Nusakambangan
"Sekolah ini hanya memiliki 20 siswa. Kelas I, enam siswa, kelas 2, tiga siswa, kelas 3 tujuh siswa, dan kelas 5 empat siswa. Kelas 4 dan 6 tidak ada. Kemampuan siswa juga sangat rendah," ujarnya.
Meski demikian kata Paul, para guru tidak putus asa dan setia mengajar dan membimbing para siswa.
Hanya saja lanjutnya, mereka cemas dan takut saat hujan dan angin karena kondisi gedung darurat yang nyaris roboh.
"Setiap kali hujan lebat kami pindahkan anak-anak ke teras gedung yang permanen. Nanti proses KBM dilanjutkan di sana" ujarnya.
Ia berharap, pemerintah bisa membantu membangun ruang kelas, jalan, dan jaringan listrik menuju sekolah itu.
"Saat ini kami sangat kesulitan. Belum lagi jalannya bebatuan dan terjal. Apalagi saat musim hujan, itu susah sekali," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.