KOMPAS.com - Perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro terhadap pemerintah kolonial Belanda menjadi salah satu catatan sejarah yang dikenal dengan sebutan Perang Diponegoro.
Sebutan Perang Diponegoro diberikan karena pemimpin perlawanan ini adalah Pangeran Diponegoro. Disebut sebagai juga sebagai Perang Jawa karena peristiwa ini terjadi di tanah Jawa.
Baca juga: Cerita Pangeran Diponegoro Dimakamkan di Makassar
Perang Diponegoro atau Perang Jawa bahkan disebut sebagai salah satu bagian perubahan yang besar di dunia pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.
Baca juga: Benteng Stelsel, Strategi Belanda untuk Menangkap Pangeran Diponegoro
Sejarah mencatat bahwa Perang Diponegoro telah menewaskan ratusan ribu rakyat Jawa dan puluhan ribu serdadu Belanda.
Baca juga: Biografi Singkat Raden Saleh dan Makna Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro
Perang Diponegoro juga menjadi satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Indonesia.
Penyebab Perang Diponegoro atau Perang Jawa adalah sikap Pangeran Diponegoro yang tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.
Di sisi lain, kerajaan seakan tidak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial, namun kalangan keraton justru hidup mewah dan tidak memperdulikan penderitaan rakyat.
Kondisi para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah juga menjadi salah satu faktor yang membuat Pangeran Diponegoro geram.
Kekecewaan Pangeran Diponegoro memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya.
Pangeran Diponegoro yang muak dengan sikap Belanda kemudian menciptakan sebuah gerakan perlawanan dan menyatakan sikap perang.
Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga tahun 1830.
Hal ini bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo.
Saat itu Pangeran Diponegoro dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar.
Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua Selarong di Dusun Kentolan Lor, Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya.
Perang Diponegoro melibatkan berbagai kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.