Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa Baru Dikeroyok Kakak Kelas Saat MPLS, Pengamat: Mengkhawatirkan...

Kompas.com - 19/07/2022, 16:47 WIB
Candra Setia Budi

Penulis

KOMPAS.com - Seorang siswa baru di Jambi berinisial AK (12 tahun), dikeroyok tiga orang kakak kelasnya di hari pertama masuk sekolah atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Akibat kejadian itu, korban mengalami luka lebam di bagian wajah dan punggung. Bukan itu saja, korban juga mengalami retak pada kakinya.

Dari keterangan AK, awalnya ia disuruh berkelahi dengan anak baru oleh kakak kelasnya. Namun permintaan itu ditolaknya.

Baca juga: MPLS di Jambi, Siswa Baru Dikeroyok 3 Kakak Kelas sampai Kakinya Retak

Kesal dengan penolakan korban, kakak kelasnya pun meminta korban menyerahkan uang, tetapi juga tidak diberikan.

Kemudian, kakak kelasnya melakukan pemukulan. Peristiwa itu terjadi di belakang sekolah.

Terkait dengan adanya kejadian itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji pun menyayangkannya.

"Kekerasan di sekolah terus terulang dan tambah mengkhawatirkan," kata Ubaid kepada Kompas.com, melalui pesan WhatsApp, Selasa (19/72/2022).

Baca juga: Kronologi 3 Kakak Kelas Keroyok Siswa Baru di Jambi, Berawal dari Tolak Berkelahi dengan Temannya

Namun, sambungnya, dari banyaknya kasus yang terjadi, sayangnya belum ada keseriusan dari pemerintah pusat dan derah untuk membuat kebijakan dan langkah-langkah pencegahan.

Ia pun lantas meminta untuk mengusat kasus kekerasan yang sering terjadi di sekolah.

"Usut tuntas kasus kekerasan ini, jika ada unsur pengabaian dari sekolah, berarti sekolah juga terlibat sebagai aktor kekerasan ini," ujarnya.

Baca juga: Siswa Baru di Jambi Dikeroyok Kakak Kelas hingga Retak Kaki, Orangtua: Anak Saya Trauma, Takut ke Sekolah

Adanya pernyataan orangtua korban yang menyebut anaknya tidak oleh berbicara saat mediasi di sekolah, Ubaid pun mempertanyakan hal itu.

Kata Ubaid, harusnya sekolah mendorong proses investigasi yang transparan, bukan malah menutup-nutupi.

"Apa motif sekolah menutupin kasus, jangan-jangan sudah muncul dugaan keterlibatan sekolah. Ini juga menunjukkan bahwa sekolah tidak memahami bagaimana pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah," tegasnya.

Baca juga: Kasus Pengeroyokan Siswa Baru di SMP Jambi Berakhir Damai, Keluarga Korban Cabut Laporan

Saat ditanya perlukah MPLS bagi siswa baru, Ubaid mengatakan, hal itu tidak banyak gunanya.

Sebab, sambungnya, hal itu sering dijadikan ajang pengenalan arogansi senior terhadap junior.

"Bahkan tiap tahun selalu ada aksi kekerasan dan memakan korban. Ini bahkan menjadi tradisi buruk yang turun-temurun," ujarnya.

Ubaid menyebut, langkah orangtua korban melapor ke polisi anaknya menjadi korban pengeroyokan sudah tepat.

"Sudah tepat karena harus diproses secara hukum meski pun harus dengan pendekatan restoratif justice," ujanya.

Penjelasan pihak sekolah

Kepala Sekolah SMP 7 Kota Jambi, Bambang Hermanto (tengah) baju warna abu-abu saat menyampaikan konferensi pers terkait adanya dugaan pengeroyokan di sekolahnyaSuwandi/KOMPAS.com Kepala Sekolah SMP 7 Kota Jambi, Bambang Hermanto (tengah) baju warna abu-abu saat menyampaikan konferensi pers terkait adanya dugaan pengeroyokan di sekolahnya

Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Negeri 17 Kota Jambi Bambang Hermanto mengatakan, dari keterangan para siswa yang terlibat dalam peristiwa itu, disimpulkan bahwa kejadian ini bukan aksi pengeroyokan.

"Bukan pengeroyokan. Tapi duel satu lawan satu. Kakak-kakak kelasnya hanya provokator dan mengelilingi mereka yang berkelahi. Kakak kelasnya juga yang misahin," kata Bambang.

Baca juga: Bukan Pengeroyokan, Kasus di SMP Jambi Ternyata Duel yang Diprovokatori Kakak Kelas

Kata Bambang, soal kaki korban yang retak, itu bukan karena dipukul kakak kelas tetapi karena berkelahi seperti bergulat.

Dijelaskan Bambang, saat terjadi perkelahian itu, kaki korban mengenai sesuatu yang keras, sehingga terjadilah pembengkakan yang menyebabkan tidak bisa berjalan.

Kejadian itu bermula usai upacara adanya kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).

Ketika anak-anak berkelahi, guru sedang melakukan rapat. Sedangkan satpam sedang berada di dekat gerbang sekolah.

"Guru kebetulan ada rapat kecil. Dan satpam sedang di depan, melakukan penjagaan dekat gerbang sekolah," ujarnya.

Baca juga: Kasus Kekerasan di Sekolah Masih Sering Terjadi hingga Mengakibatkan Siswa Tewas, Apa yang Harus Dilakukan?

Orangtua cabut laporan

Setelah dilakukan mediasi dengan melibatkan pihak kepolisian, orangtua pelaku, para guru, dan Dinas Pendidikan Kota Jambi, orangtua korban akhirnya bersedia mencabut laporannya ke Polresta Jambi.

Sementara orangtua pelaku, bersedia membayar seluruh biaya pengobatan dan perawatan korban.

"Kasihan mereka masih anak-anak. Jadi kita akan cabut laporan. Kita sudah memaafkan dan orangtua pelaku mau bertanggung jawab," kata Ratih Sundari, orangtua korban, usai melakukan rapat tertutup di sekolah, Selasa.

Ratih mengatakan, ia membuat laporan itu agar memberikan efek jera dan peristiwa serupa tidak terjadi pada siswa lainnya.

Baca juga: Kasus Kekerasan di Sekolah Semimiliter, Pihak SPN Dirgantara Akhirnya Minta Maaf

 

(Penulis : Kontributor Jambi, Suwandi | Editor : Gloria Setyvani Putri, Reni Susanti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com