Adanya pernyataan orangtua korban yang menyebut anaknya tidak oleh berbicara saat mediasi di sekolah, Ubaid pun mempertanyakan hal itu.
Kata Ubaid, harusnya sekolah mendorong proses investigasi yang transparan, bukan malah menutup-nutupi.
"Apa motif sekolah menutupin kasus, jangan-jangan sudah muncul dugaan keterlibatan sekolah. Ini juga menunjukkan bahwa sekolah tidak memahami bagaimana pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah," tegasnya.
Baca juga: Kasus Pengeroyokan Siswa Baru di SMP Jambi Berakhir Damai, Keluarga Korban Cabut Laporan
Saat ditanya perlukah MPLS bagi siswa baru, Ubaid mengatakan, hal itu tidak banyak gunanya.
Sebab, sambungnya, hal itu sering dijadikan ajang pengenalan arogansi senior terhadap junior.
"Bahkan tiap tahun selalu ada aksi kekerasan dan memakan korban. Ini bahkan menjadi tradisi buruk yang turun-temurun," ujarnya.
Ubaid menyebut, langkah orangtua korban melapor ke polisi anaknya menjadi korban pengeroyokan sudah tepat.
"Sudah tepat karena harus diproses secara hukum meski pun harus dengan pendekatan restoratif justice," ujanya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Negeri 17 Kota Jambi Bambang Hermanto mengatakan, dari keterangan para siswa yang terlibat dalam peristiwa itu, disimpulkan bahwa kejadian ini bukan aksi pengeroyokan.
"Bukan pengeroyokan. Tapi duel satu lawan satu. Kakak-kakak kelasnya hanya provokator dan mengelilingi mereka yang berkelahi. Kakak kelasnya juga yang misahin," kata Bambang.
Baca juga: Bukan Pengeroyokan, Kasus di SMP Jambi Ternyata Duel yang Diprovokatori Kakak Kelas